Prihal Penyelesaian Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Pemerintah Akan Bentuk Tim Gabungan Terpadu

PUTRAINDONEWS.COM

JAKARTA | POLHUKAM, Pemerintah akan membentuk tim gabungan terpadu tentang penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Tim ini terdiri dari kementerian, lembaga dan semua pemangku kepentingan untuk membedah satu per satu dan secara jujur mengenai masalah pelanggaran HAM berat masa lalu.

“Hari ini kita memutuskan bersama setelah mengadakan rapat koordinasi membentuk tim gabungan terpadu dari semua lembaga, kementerian, pemangku kepentingan tentang penyelesaian dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk Komnas HAM. Kita secara jujur, jujur kepada diri sendiri, jujur ke masyarakat dan jujur ke Tuhan Yang Maha Kuasa, kita bedah satu per satu dimana hambatannya, mungkin ngga dengan pro yustisia, kalau tidak mungkin berarti dengan non yustisia, bagaimana caranya, kalau masih ada kekurangan bukti bagaimana cara mendapatkan bukti,” ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto usai memimpin Rakorsus Tingkat Menteri Tentang Perkembangan Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu dan Langkah-Langkah Penyelesaiannya di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (30/7/2018).

Menko Polhukam menjelaskan, intinya adalah bahwa pemerintah akan menampilkan kejujuran kepada masyarakat, sehingga jangan sampai ada tuduh menuduh saling melempar bola. Tetapi pemerintah ingin agar tuduhan pelanggaran HAM berat masa lalu itu dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Pemerintah juga ingin menjelaskan ke masyarakat bahwa definisi atau istilah pelanggaran HAM berat memiliki satu persyaratan khusus, dimana pelanggaran HAM berat berbeda dengan pelanggaran HAM biasa. Menko Polhukam menjelaskan bahwa pelanggaran HAM berat memiliki persyaratan seperti adanya perencanaan yang sistematis, wide spread atau meluas, dan menyangkut genoside atau pembunuhan kelompok tertentu apakah agama, ras, kelompok politis tertentu, atau yang disebut dengan kejahatan kemanusiaan crimes against humanity dan crime against woman and children, apakah itu pengusiran , penculikan, pembunuhan , pemindahan secara paksa, atau pembakaran massal.

“Itu semua persyaratan bahwa ini merupakan pelanggaran HAM berat dan juga harus dibuktikan bahwa itu bagian dari rencana yang berkelanjutan dari kebijakan negara,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Oleh karena itu, Menko Polhukam berharap agar masyarakat tidak gegabah menyimpulkan satu kejadian sebagai pelanggaran HAM berat. Misalnya, aparat keamanan salah tembak dalam satu huru hara maka langsung dikatakan pelanggaran HAM berat, padahal itu kriminal karena tidak sistematis, tidak wide spread dan bukan genoside.

“Kita harus jelaskan ke masyarakat sehingga ada kejujuran diantara kita untuk tidak menimbulkan konotasi negative satu dengan yang lain,” kata Menko Polhukam Wiranto.

Terkait mekanisme penyelesaian melalui non yudisial, Menko Polhukam mengatakan bisa dengan menggunakan cara kearifan lokal. Misalnya di Palu sudah ada ajakan untuk rekonsiliasi diantara yang bertikai di masa lalu. Kemudian di Papua, dimana ada pertikaian antar suka yang mengakibatkan pembunuhan, namun bisa diselesaikan dengan acara adat yang dinamakan Bakar Batu.

“Konsep seperti ini mudah-mudahan bisa dikembangkan. Jangan sampai nanti belum belum sudah curiga dengan Dewan Kerukunan Nasiona atau DKN, karena sebenarnya orientasinya kalau ada masalah berskala nasional, konflik horizontal diantara masyarakat dengan negara, masa kini dan akan datang, tidak buru-buru diselesaikan dengan proses peradilan, ada cara-cara budaya bangsa Indonesia, cara-cara yang diwariskan pada pendahulu kita lewat dewan-dewan adat dengan musyawarah mufakat untuk merukunkan bangsa ini,” kata Menko Polhukam Wiranto. (**)

BACA JUGA :   Jamin Kebutuhan Air Masyarakat, PUPR Targetkan RPP UU Sumber Daya Air Rampung Pertengahan Tahun 2023

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!