Menyoal Kasus First Travel, Ini Usulan LPSK

PUTRAINDONEWS.COM

DENPASAR – BALI | Kasus penggelapan uang jamaah First Tavel kembali menyita perhatian publik tidak terkecuali bagi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Selain mengucapkan keprihatinan mendalam, LPSK juga menawarkan beberapa solusi agar setidaknya derita jamaah dapat sedikit teratasi. Kasus First Travel memasuki babak baru setelah adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. Dalam putusannya, majelis hakim memutuskan seluruh barang bukti sitaan dari pelaku di kembalikan negara.

Menyikapi perihal itu, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyatakan kurang sependapat bila barang bukti dan seluruh sitaan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan negara. Sebab menurutnya, neggara tidak sedikit pun dirugikan akibat peristiwa ini. Justru jamaah korban penggelapan uang lah yang mengalami penderitaan berat.

“Negara tidak boleh mengambil keuntungan dari kasus ini, justru hak-hak korban yang harus dipikirkan. Bayangkan, selain sudah menderita kerugian berupa materi yang tidak sedikit, terkadang korban juga mengalami penderitaan psikis akibat terpaan rundungan sosial dari lingkungan sekitar karena gagal umroh. Bahkan yang menyedihkan jika ada korban yang jatuh sakit karena memikirkan kegagalan mereka berangkat ke tanah suci” ujar Edwin dalam program talkshow salah satu radio di Bali, Sabtu (16/11/19)

BACA JUGA :   "INCLUSIVE COMMUNITY EXPO, Manunggal TNI dan Pemuda Milenial Serta Disabilitas di Buton"

Untuk itu LPSK menawarkan beberapa solusi yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Pertama, LPSK mengusulkan agar para korban First Travel melakukan pendekatan ke pemerintah melalui Kejaksaan Agung dan Menteri Keuangan untuk meminta seluruh aset yang disita pemerintah dikembalikan kepada seluruh korban.

Kedua, korban bisa mengajukan ganti kerugian kepada pelaku melalui pengajuan restitusi ke pengadilan, untuk hal ini LPSK dapat memfasilitasi bila mana korban mengajukan permohonan. Namun kata Edwin, dua tawaran solusi ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru. Sulitnya mengindentifikasi, verifikasi dan melakukan kompilasi terkait data jumlah korban yang tersebar di seluruh Indonesia, bukti kerugian, dan proses administrasi lainnya menjadi tantangan sendiri yang tidak mudah dijalankan. Belum lagi jumlah aset yang disita tidak sebanding dengan nominal kerugian yang diderita korban. Bila aset itu dibagikan rata kepada korban, tentu nilainya menjadi kecil dan belum tentu seluruh korbannya ikhlas menerima.

BACA JUGA :   Pemkab Sumba Tengah Lakukan Panen Cabai Secara Simbolis Milik Kelompok Tani Watulade

Oleh karena itu menurut Edwin, LPSK menawarkan opsi ketiga sebagai jalan tengah dengan mendorong pemerintah agar pemanfaatan aset sitaan kasus First Travel dapat digunakan sebagaimana tujuan para korbannya, yakni beribadah. LPSK menyarankan para korban meminta Kejaksaan Agung dan Kementerian keuangan agar aset sitaan first travel digunakan membangun rumah ibadah berupa masjid dan musholla di beberapa titik tempat para korban berasal.

“Masjid atau musholla yang dibangun dengan menggunakan aset itu sepenuhnya atas nama korban, amal jariyahnya pun tidak terputus dan akan terus mengalir pahalanya bagi korban. Selain itu masjid atau musholla yang dibangun bisa menjadi monumen pengingat agar masyarakat tidak lagi ada yang menjadi korban serupa di masa yang akan datang” pungkas Edwin

( PMT )

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!