Putraindonews.com – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang telah digelar serentak secara nasional pada Rabu, 27 November 2024 kemarin, adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mensinkronkan kerja-kerja skala nasional (pusat) dan lokal (daerah), di pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden atau Wapres Gibran Rakabuming Raka. Hal ini agar pembagunan bisa sejalan dan sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2025-2045, serta mendukung perwujudan Visi Indonesia Emas 2045.
Penegasan itu disampaikan Ketua DPN Bidang Politik dan Pemerintahan Partai Gelora Indonesia Sutriyono dalam diskusi Gelora Talks bertajuk ‘PIlkada Serentak 2024, Indonesia Menyambut Pemimpin Baru Daerah’, dikutip Kamis (28/12/2024).
Jadi Pilkada Serentak 2024 ini, lanjut Sutriyono, semacam sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Kalau kemarin, pemerintah pusat berjalan 5 tahun, di tengah jalan kepala daerahnya diganti.
“Nah, ini yang selama ini mengganggu rencana pembangunan jangka menengah maupun panjang, makanya sekarang disinkronkan, waktunya hampir bersamaan,” katanya.
Karena itu, menurut dia, banyak dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, seperti banyaknya penunjukan penjabat kepala daerah yang dilakukan untuk penyesuaian waktu masa jabatan di pemerintahan pusat dan daerah.
“Ini konsekuensi yang harus kita lalui dalam rangka perbaikan tata kelola pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan. Semua ini untuk efisiensi dan efektivitas pemerintahan,” sebutnya lagi.
Partai Gelora berpandangan bahwa pemerintahan dibawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto memiliki target dan mimpi besar dalam capaian pembangunannya. Sehingga harus mendapatkan dukungan penuh dari seluruh kepala daerah agar program-program yang dicanangkan bisa dilaksanakan, dan tidak terhambat di daerah.
“Tata kekola dalam penyelenggaraan proses regenerasi kepemimpinan, baik di tingkat pusat maupun daerah, saat ini masih perlu perbaikan dalam hal regulasinya. Seperti Revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang menggabungkan tiga Undang-undang, yaitu Pilpres, Pemilihan DPR/DPD/DPRD dan Penyelenggaraan Pemilu yang dilebur menjadi satu UU. Saat ini perlu disesuaikan dengan suasana kebatinan rakyat yang tengah berkembang dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara kita,” ujarnya.
Anggota Komisi II DPR Periode 2015-2019 ini menegaskan bahwa beberapa UU memang perlu segera direvisi tidak hanya UU No.7 Tahun 2027 saja, tetapi juga UU Pemerintahan Daerah (Pemda) dan UU Pilkada, termasuk UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, serta UU Tata Ruang. Semua ini, menurut dia, perlu dilakukan perubahan dan perbaikan, tidak hanya sekali revisi, tapi bisa berkali-kali disesuaikan dengan tingkat update yang berkembang terhadap suasana kebatinan rakyat.
‘Nah, kita tunggu keputusan politiknya apa, karena pemerintah dan DPR sama-sama mengusulkan revisi,” kata Sutriyono seraya menilai perlunya dilakukan inventarisasi terhadap permasalahan yang muncul dari pelaksanaan UU tersebut, sepertinya halnya UU Pilkada.
Sebab, Pilkada menurut sebagian orang dikatakan tidak masuk dalam rezim Pemilu, karena akarnya adalah rezim Pemerintahan Daerah (Pemda), makanya banyak yang tidak nyambung kemarin.
“Karena di UU Pemilu sudah diatur di dalamnya penyelenggara, tetapi di UU Pilkada ini ada pengaturan soal penyelenggara juga. Sehingga UU Pilkada terkesan tidak update, dan tertinggal dari UU Pemilu. Sebab, UU Pemilu sudah mengatur soal pengawas TPS, sementara UU Pilkada belum mengatur. Jadi ini yang perlu disinkronkan. Termasuk soal tata kelola penyebaran, serta penempatan SDM penyelenggara Pemilu yang sekarang sentralistik di Kesekjenan KPU RI, kalau dulu sekretariat KPUD bagian dari Pemerintah daerah,” pungkas Sutriyono. Red/HS