Masalah korupsi dan hutang yang sangat besar sedang melilit dua alat transportasi publik milik Republik Indonesia. Kereta cepat Whoosh memiliki hutang Rp 120 Triliun dari Cina dan perusahaan maskapai penerbangan Garuda memiliki hutang Rp 185 triliun dari banyak pihak. Berbagai kontroversi muncul akibat isu hutang kereta cepat Indonesia Cina (KCIC) Whoosh. Ada isu korupsi pengelembungan pembangunan konstruksi dan isu penghentian pembangunan lanjutan Whoosh ke Surabaya sesuai perencanaan awal. Garuda juga diterpa isu korupsi dari banyak pihak seperti penyewa pesawat, pembelian dan perawatan spare part pesawat hingga makanan untuk penumpangnya serta pembubaran maskapai Garuda. Tulisan ini ingin melihat pilihan prioritas pemerintah dalam menyelesaikan masalah kasus hutang yang melilit KCIC Whoosh dan Maskapai Penerbangan Garuda.
Kondisi Bisnis Layanan Garuda Dan Whoosh.
Beberapa hari ini di media massa terbaca berita bahwa Danantara Suntik Rp 30 Triliun ke Garuda Lewat Private Placement. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan membantu penyehatan kinerja PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) yang akan dilakukan oleh anak usaha Danantara, yaitu PT. Danantara Asset Manajement (Persero). Sudah lima tahun ini memang perusahaan penebangan milik pemerintah Indonesia ini terus diresahkan oleh hutang Rp 185 triliun. Akibat hutang yang melilit lama ini Garuda sempat mau dibubarkan oleh pemerintah. Masalah hutang dan kemungkinan bubar atau bangkrutnya Garuda membuat pemerintah menghidupkan kembali perusahaan maskapai milik pemerintah, Pelita Air. Menghidupkan kembali Pelita Air ini sebagai langkah menyiapkan sayap pengganti penerbangan maskapai Garuda jika harus dibubarkan sebagai maskapai milik pemerintah masih ada gantinya.
Pelita hidup terang dan terbang kembali dengan baik sampai hari ini dan lebih baik dari Garuda terbang dengan penuh luka hutang akibat dikorupsi banyak tokoh. Garuda selama hidupnya memang digerogoti oleh banyak tokoh yang serakah membuat Garuda penuh luka hutang. Banyak tokoh yang menitip pendapatan korup melalui proyek-proyek di Garuda hingga akhirnya dililit hutang hingga sekarang Tp 185 Triliun. Akhirnya dibuat kesepakatan dengan banyak pihak yang memberi hutang Garuda penundaan pembayaran hingga 30 tahun ke depan. Semoga saja setelah 30 tahun nanti dapat dibuat mekanisme pembayaran hutangnya agar tidak ikut menghancurkan para mitra bisnisnya.
Banyak kontroversi pembangunan KCIC atau kereta cepat Whoosh. Sekarang ini barulah banyak pihak mempersoalkan ada korupsi “mark up” penggelembungan biaya pembangunan Whoosh hingga 3 kali lipat dari biaya sebenarnya. Korupsi pembangunan itu membuat kereta cepat Whoosh memiliki hutang hingga Rp 120 Trilin. Akibatnya banyak pihak mempertanyakan keberlanjutan proyek bisnis layanan kereta cepat Whoosh dengan alasan tidak prioritas dilanjutkan pembangunan dan pengembangan bisnis layanan hingga ke Surabaya sesuai rencana awal. Berbagai pendapat mengemuka meminta menghentikan Whoosh cukup sampai Bandung, Jawa Barat seperti sekarang. Ada juga pendapat yang mengusulkan tetap dilaksanakan rencana awal pembangunan Whoosh dari Jakarta hingga Surabaya, Jawa Timur. Soal hutang Whoosh Rp 120 Trilyun pada Cina disepakati ada perpanjangan waktu hingga 60 tahun. Kesepakatannya adalah mulai tahun 2026 nanti Whoosh akan membayar cicil Rp 2 Trilyun setiap tahun hingga 60 tahun.
Mengukur Peluang Bisnis Whoosh dan Garuda.
Antara Whoosh dan Garuda ada perbedaan indikator yang signifikan untuk menentukan pilihan yang akan dilakukan pemerintah. Kereta Whoosh memiliki kepastian membayar sejak tahun 2026 hingga 2085 mendatang dengan membayar cicil Rp 2 Trilyun setiap tahun. Kepastian membayar hutang Whoosh ini didasari pada kinerja bisnis layanan Whoosh sejak beroperasi 2023 lalu. Faktor rasionalitas berkembangnya bisnis Whoosh menjadi ada peluang dapat membayar hutang. Peluang ini yang mendorong Cina mau menerima perpanjangan pembayaran hingga 60 tahun ke depan. Sudah ada 12 juta pengguna Whoosh sejak beroperasi tahun 2023 hingga Oktober 2025. Jadi jelas Cina menerima perpanjang pembayaran hutang Whoosh Rp 2 Trilyun setiap hingga 60 tahun ke depan karena melihat prospek bisnis layanan transportasi massal Whoosh itu sendiri saat ini.
Pencapaian pengguna Whoosh ini juga menunjukkan ada harapan baik bisnis layanan Whoosh sebagai layanan transportasi publik massal moderen. Pelayanan hingga kota Bandung saja sudah sebaik seperti sekarang maka jika rute layanan Whoosh diperpanjang hingga Surabaya maka akan memberikan peningkatan pengguna yang signifikan bagi bisnisnya. Sebagai layanan transportasi publik massal moderen, semakin panjang layanannya maka peningkatan penggunanya bertambah tinggi. Semakin tinggi jumlah atau massal maka Whoosh lebih menjadi alternatif pilihan masyarakat pengguna transportasi publik sepanjang dari Jakarta ke Surabaya atau sebaliknya.
Maskapai Garuda sendiri memang masih memiliki masalah serius dalam mengembangkan bisnis penerbangannya sehingga meminta kemunduran pembayaran baru 30 tahun mendatang. Sampai saat ini Garuda memiliki 40 pesawat yang dapat dioperasikan untuk bisnisnya. Keterbatasan ini disebabkan Garuda sangat sulit menambah mengadakan pesawat untuk bisnisnya. Kesulitan tersebut disebabkan perusahaan penyewa pesawat tentu tidak berani memberikan hutang sewa pesawat kembali ke PT Garuda. Perusahaan penyewaan pesawat sangat takut Garuda tidak bisa membayar biaya sewa tepat waktu. Ketakutan yang disebabkan hutang yang sekarang saja mundur 30 tahun tanpa kejelasan mekanisme pembayarannya. Masalah kurangnya jumlah pesawat Garuda ini jelas memberatkan bisnisnya untuk berkembang dan apalagi bisa hidup aman. Tentu tanpa ada kepercayaan mitra bisnis Garuda maka bisnis penerbangannya akan hancur perlahan hingga sampai pada titik, bubar atau bangkrut.
Membaca berita bahwa Terdengar kabar bahwa Danantara suntik Rp 30 Triliun ke Garuda lewat Private Placement. Upaya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan membantu penyehatan kinerja PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk adalah salah besar. Upaya yang harus dilakukan untuk menyehatkan Garuda adalah membangun kepercayaan publik serta mitra bisnis agar mau mendukung Garuda tetap hidup bisa terbang cantik. Menyuntikan Rp 30 Triliun kepada manajemen Garuda hanya untuk memberi makan dan dihabiskan korupsi para tokoh yang sama selama ini kembali. Harusnya pemerintah langsung saja membayar hutang kepada mitra bisnis Garuda dan menyelesaikan tuntas kasus korupsinya. Langkah ini agar mereka percaya pada prospek bisnis penerbangan Garuda di masa mendatang.
Melanjutkan Bisnis Layanan Whoosh Hingga Surabaya Pilihan Lebih Tepat.
Melihat kedua kondisi dan peluang dapat hidup dan berkembang bisnis antara Whoosh atau Garuda bisa dilihat untuk diputuskan, mana yang didukung lebih lanjut oleh pemerintah. Kedua proyek memang memiliki masalah adanya tindak korupsi dan harus dibongkar serta dituntaskan oleh pemerintah. Semua penyebab dan pelaku korupsi di proyek Whoosh dan Garuda harus ditangkap dan diadili juga dihukum berat. Mengenai peluang hidup secara bisnis lebih berpihak pada proyek bisnis layanan kereta cepat Whoosh. Adanya peluang hidup, Whoosh juga lebih berpeluang berkembang bisnis layanannya. Garuda sangat sangat berat dapat hidup dan akibatnya sangat sulit berkembang.
Berdasarkan analisis dan pertimbangan di atas maka sebaiknya kebijakan pemerintah lebih memprioritaskan pembangunan dan pengembangan pelayanan bisnis Whoosh sampai ke Surabaya. Membaca berita suntikan dana dari Danantara Rp 30 Triliun pada Garuda menurut saya itu buang duit hanya untuk dikorupsi saja dan tidak menghidupkan secara kayak bisnis Garuda. Kebijakan pemerintah sebaiknya melanjutkan kereta Whoosh hingga ke Surabaya. Lebih baik uang Rp 30 Triliun dari pemerintah ini diberikan dan dipakai sebagai modal awal untuk melanjutkan pembangunan Whoosh ke Surabaya.
Modal awal Rp 30 Triliun akan memaju pengembangan bisnis jauh lebih baik karena layanan Whoosh semakin panjang dan massal jangkauannya. Adanya modal awal Rp 30 Triliun ini akan mendorong adanya pihak swasta ikut serta dalam pembangunan Whoosh ke Surabaya sebagai bisnis yang akan lebih berkembang. Bisnis transportasi publik itu seharusnya selalu menguntungkan. Bisnis transportasi publik rugi berarti ada korupsi di dalam bisnis tersebut. Apalagi kalo bisnis transportasi publik yang dibangun oleh pemerintah, tidak boleh rugi. Jika proyek bisnis transportasi publik massal pemerintah rugi maka pemerintahnya korupsi.
Oleh: Dr. Azas Tigor Nainggolan
Penulis Adalah Analis Kebijakan Transportasi