Bersinarnya Wisata Halal di Ujung Barat Negeri, Pintu Gerbang Masuknya Wisatawan Manca Negara

***

Putraindonews.com – Aceh | Sebagian besar warga Indonesia mengenal Aceh adalah Serambi Mekah, warganya yang Syar’i dan Islami. Merupakan tempat persingahan sementara sebelum menuju tanah suci, Mekah.

Di Tanah Rencong ini juga tempat berdirinya Kerajaan Islam pertama di Indonesia, Peureulak dan Pasai. Adanya Baiturrahman Grand Mosque dan Baiturrahim Mosque Ulee Lheue, dua Masjid yang tetap tegar dibalik kisah tragis Tsunami yang memporak porandakan.

Makam dan universitas Syiah Kuala, para ulama, pejuang dan pahlawan nasional yang tangguh. Provinsi paling Barat, sangat strategis di Selat Malaka. Menjadi pintu gerbang masuknya wisatawan manca negara. Anugrah luar biasa yang ada di Aceh ini mesti disyukuri dan diaktualisasikan dalam bentuk kebanggaan karya nyata.

Ditunjuknya Aceh sebagai salah satu dari 5 Destinasi Wisata Halal selain NTB, Sumbar, DKI dan Jabar. Tentu sangat beralasan selain kehidupan sosial masyarakat yang Islami juga telah memiliki Qanun syariat Islam yang didukung regulasi, adalah larangan menjual minuman keras, larangan menjual bebas daging babi, larangan berduan ditempat sepi bagi yang bukan mahram (pemisahan laki-laki dan perempuan) serta hal-hal lain yang dianggap kriteria pendukung wisata halal.

Untuk destinasi wisata halal, Aceh tidak perlu membandingkan dan mengadopsi dari luar. “Kearifan lokal yang merupakan jejak lehur peradaban ini saja sudah luar biasa, tinggal dipoles lalu kita packaging, leabeling, branding dan selanjutnya jadi produk marketing dengan narasi, literasi dalam bentuk story telling yang menarik. Termasuk hukum cambuk yang berlaku sekarang, bisa menjadi pelengkap product wisata religi unggulan berbasis Muslim Holidays.”

BACA JUGA :   ASTINDO Travel Fair 2020

Tanggapan simpatik ketua umum Assosiasi Sales Travel Indonesia, ASATI M. Syukri Machmud pada Fokus Group Discussion (FGD) ke-II terkait penyusunan buku Pariwisata Halal Aceh, Rabu, 30 Maret 2022 baru-baru ini di hotel Kumala. Yang diprakarsai oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) provinsi Banda Aceh.

Kepala Disbudpar provinsi Aceh, Jamaluddin, SE, Msi. Ak. mengatakan penyusunan buku ini penting dilakukan, karena Aceh daerah syariat yang didukung dengan regulasi. “Perlu penerapan kaidah Islam dalam produksi makanan ditempat wisata dan pengembangan wisata,” tegasnya saat sambutan sekaligus memberikan materi. Buku tersebut ditulis oleh Dr. Israk Ahmadsyah, Mec. MSc. dan Jalaluddin, ST. MA. sekaligus menjadi pemateri. Dua pemateri lainnya Dr. Iskandarsyah Madjid, MM. dan M. Syukri Machmud.

Sebagai narasumber, Syukri sangat mengapresiasi terobosan cerdas yang dilakukan masyarakat peduli dengan menyusun buku Pariwisata Halal menuju Destinasi Wisata Halal Unggulan Indonesia.

“Bangsa kita ini terkenal sebagai bangsa tutur, bukan literasi, tidak biasa membuat narasi karena leluhur kita biasa ber-syair, ber-pantun, gurindam dan ber-senandung, banyak jejak peninggalan luhur itu dalam bentuk kearifan lokal yang tertinggal berupa bangunan, artefak, prasasti dan candi. Tidak dalam bentuk naskah dan buku.”

Maka dari itu penyusunan buku ini akan melengkapi kita untuk menjadi bangsa yang diperhitungkan kembali. “Dan saatnya Nusantara Bangkit.” Lanjut Syukri.

BACA JUGA :   Merawat Serta Memelihara Tradisi Adat dan Budaya Bukan Berarti Menjadi Generasi Terbelakang

Hanya dengan bertutur, Nusantara yang monotheis (Tauhid) sudah menjadi bangsa tangguh, penguasa 2/3 permukaan bumi yang memiliki peradaban tinggi, bahkan setara dengan peradaban tertua dunia, Mesir kuno. Kita adalah bangsa Arya sang penakluk. Salah satu kuil Mesir kuno yang terkenal, Kuil Hatshepsut mencatat di dindingnya bahwa “Mesir Kuno bangga bermitra dengan Nusantara.”

Tarian Saman yang fenomenal bersama kompaknya penari dan bergeloranya musik menyambut kehadiran wisatawan dengan nuansa Halal Tourism, selanjutnya wisatawan dapat menikmati destinasi-destinasi yang tersedia seperti : Wisata Religi (peringatan hari besar Islam menjadi khazanah destinasi, tinggal dikemas dengan story telling yang baik,

Tradisi Meugang, selama 3 hari sebelum Ramadhan dapat dijadikan paket wisata religi menarik), Wisata heritage (bangunan bersejarah dan bernilai), Wisata sejarah (makam pahlawan dan peninggalannya),

Wisata Budaya (kehidupan sosial masyarakat setempat), Wisata alam (darat-laut-gunung, pulau Sabang, Takengon danau air tawar dll), Wisata pendidikan (mesium Tsunami yang fenomenal dll), Wisata Agro (coffee trip Gayo). Semua ini dibungkus dengan wisata halal.

“Maka akan bersinar pelita penyejuk diujung Barat negeri bertajuk, Muslim Holiday.” Pungkas ketua ASATI yang merasa sangat menikmati berada di Banda Aceh.

Dua hal utama dari wisata halal itu adalah, makanan dan jadwal sholat, selebihnya mengikuti. “Jadi tidak perlu mengubah standar itinerary yang sudah ada.” Tutup saudara Akmal Iman, ketua DPD ASATI Banda Aceh. Red/Ben

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!