Kekerasan & Pelecehan Seksual, Azaz Tigor Nainggolan ; Pengguna Transportasi Perlu Perlindungan Hukum

***

Putraindonews.com – Jakarta | Seorang teman saya yang pernah korban pelecehan seksual di angkutan umum atau transportasi publik di Jakarta bercerita pada saya. Ketika itu tahun 2005, korban masih sekolah di SMA dan sekolah menggunakan transportasi publik angkot, bus umum atau juga KRL.

Korban bercerita bahwa ketika alami beberapa kali tindakan tidak senonoh, pelecehan seksual saat menggunakan jasa KRL, bus dan angkot. Teman saya alami tindakan tidak senonoh dari penumpang pria saat penumpang penuh di angkutan umum.

Atas kejadian itu korban hanya bisa menyimpan karena tidak tahu lakukan apa dan juga malu untuk melaporkan. Kemarin korban berani menceritakan pengalamannya ini saat saya bercerita di kantor tentang kasus pelecehan seksual terhadap penumpang di kereta PT KAI, ujar Advokat dan Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan dalam siaran persnya yang diterima redaksi, Rabu 6/7/22.

Tigor juga mengungkap bahwa sampai sekarang ternyata kasus pelecehan seksual di layanan angkutan umum massal atau transportasi publik masih terjadi kepada penggunanya (penumpangnya). Kejadian pelecehan seksual itu dialami oleh pengguna kereta api jarak jauh.

Atas kejadian ini menunjukan bahwa layanan transportasi publik belum ramah dan nyaman bagi anak-anak dan dewasa rentan dari kejahatan kekerasan seksual juga pelecehan seksual saat menggunakan layanan transportasi publik.

Menurut cerita Wisnu, petugas PT KAI yang menerima laporan dari korban, diketahui kejadiannya selepas Stasiun Purwokerto saat memeriksa penumpang. Sebelum kereta masuk Stasiun Cirebon, menurut Wisnu bahwa korban melaporkan keinginan untuk pindah tempat duduk. Baru agak lama setelah kejadian, korban berani bercerita dan melaporkan alasan korban minta pindah tempat duduk.

Wisnu adalah kondektur yang bertugas dalam perjalanan KA tersebut, Wisnu Dwi Prasetya menceritakan, saat itu bertugas di KA Argo Lawu dari Purwokerto menuju Stasiun Gambir.

Peristiwa pelecehan seksual tersebut viral setelah video pelecehan tersebut diunggah dalam sebuah utas di Twitter sejak hari Minggu 19 Juni 2022) lalu. Dalam hal ini PT KAI telah mem-blacklist penumpang yang melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan di atas KA Argo Lawu, ungkap Tigor

BACA JUGA :   Dua Tahun Tidak Mudik, Pelindo Regional 4 Catat Penumpang Arus Balik Meningkat 319%

Tetapi tindakan melakukan black list oleh PT KAI masih kurang. Tindakan PT KAI mengambil sikap dan bertindak memasukan pelaku dalam daftar black list atau memasukan dalam daftar hitam untuk menangkal si pelaku agar tidak bisa menggunakan kereta PT KAI.

Saya berpikir tindakan PT Kereta Api Indonesia (KAI) atas pelecehan seksual di kereta Argo Lawuasih kurang memberikan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya dari kejahatan kekerasan seksual atau pelecehan seksual. Langkah melakukan black list terhadap pelaku hanya mencegah si pelaku bisa kembali melakukan pelecehan yang sama pada korban di kereta milik PT KAI.

Seharusnya yang dilakukan oleh PT KAI sebelum memasukan pelaku dalam daftar hitam pengguna PT KAI adalah melaporkan pelaku pada polisi. Laporan dilakukan agar tindakan pelecehan dapat diproses dan diperiksa hingga ditetapkan dalam putusan pengadilan bahwa pelaku adalah benar pelaku tindakan pelecehan seksual.

Berdasarkan putusan hukum itulah baru PT KAI bisa memasukan pelaku dalam daftar hitam PT KAI. Jika sudah diputuskan secara hukum maka bisa dipublikasi keberadaan si pelaku dan pengelola layanan publik serta transportasi publik bisa melakukan upaya menangkal si pelaku juga.

Menurut Amnesty International bahwa kekerasan seksual termasuk kasus HAM berat. Kekerasan seksual, terutama pemerkosaan telah termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi manusia berat. Jadi tindakan kekerasan seksual, termasuk pelecehan seksual harus ditangani secara sistematis terorganisir agar bisa memutus mata rantai dan selanjutnya mencegah terjadinya kembali kejahatan kekerasan seksual.

Kewajiban masyarakat melaporkan pelaku pelecehan seksual diatur secara hukum. Dalam UU no:12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah disahkan pada tanggal 12 April 2022 lalu. Pasal 52 UU TPKS mengatur:

BACA JUGA :   Mutakhir dalam Industri Penerbangan, Lion Segera Luncurkan Lion Entertainment Ketika Terbang 35.000 Kaki

(1) Setiap orang yang mengetahui, melihat, dan/atau menyaksikan peristiwa yang merupakan tindak pidana Kekerasan Seksual wajib melaporkan kepada Pusat Pelayanan Terpadu (TPP) yang dibentuk oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) atau kepolisian.

(2) Tenaga kesehatan, psikiater atau psikolog wajib melaporkan kepada PPT apabila menemukan tanda permulaan terjadinya Kekerasan Seksual.

Berdasarkan pasal 52 UU TPKS ini pihak PT KAI harus melaporkan kejadian pelecehan seksual yang terjadi dan sudah dilaporkan oleh korban pada petugas PT KAI. Jika sampai sekarang PT KAI tidak juga melaporkan kejadian pelecehan seksual tersebut maka PT KAI sudah melanggar UU TPKS.

Begitu pula seharusnya pihak kepolisian juga bergerak dan bertindak melakukan pemeriksaan kasus pelecehan seksual di kereta PT KAI. Pihak kepolisian harus langsung bertindak dengan memanggil PT KAI berdasarkan bukti awal, bisa berupa video kejadian yang viral. Kedua instansi, PT KAI dan Kepolisian RI harus segera bertindak melakukan langkah hukum agar tidak melanggar hukum.

Begitu pula langkah maju ke depan adalah pihak pemerintah dalam hal yang terkait dengan perlindungan korban kekerasan seksual di angkutan umum segera mengeluarkan regulasi perlindungan. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan, Kementerian PPPA, Kementerian BUMN, Kepolisian, Masyarakat atau Pakar dan Asosiasi Pengusaha Transportasi Publik serta stakeholder lainnya menyusun langkah kongkrit untuk membangun layanan transportasi publik yang aman nyaman bagi penggunanya agar tidak alami tindakan kekerasan seksual juga pelecehan seksual.

Melalui regulasi ini dilakukan pengawasan layanan transportasi publik yang menjamin penggunanya akan aman dan nyaman. Pemenuhan regulasinya juga hingga pada adanya SOP dan strategi layanan juga fasilitas layanan transportasi publik yang dapat dicegah dan tidak terjadi tindakan kekerasan seksual dan pelecehan seksual di layanan transportasi publik. Red/Ben

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!