Baruga Puan Tani dan Literasi Pangan Alami

Putraindonews.com, Makassar – Husniah Rachman, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten, periode 2019-2024, bertandang ke Baruga Puan Tani, Minggu, 30 Juni 2024. Srikandi Partai Demokrat itu mengagumi bentuk rumah panggung tradisional yang berada di area pertanian alami milik Irmawati Daeng So’na. Daeng So’na bersama Rayhana Anwarie, merupakan pengelola startup Sofresh’na Indonesia.

Sore itu, Daeng Tayu, begitu Husniah Rachman akrab disapa, datang bersilaturahmi sekaligus melihat kegiatan Jejak Pena: Kelas Menulis Kreatif yang diadakan oleh Sekolah Puan Tani. Fasilitator kelas menulis ini adalah Rusdin Tompo, penulis dan editor buku, juga Koordinator Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Provinsi Sulawesi Selatan. Kegiatan yang diadakan dua hari, Sabtu dan Minggu (29-30/6/2024) ini, diikuti peserta berusia 17-25 tahun.

Daeng Tayu memotivasi peserta kelas menulis agar terus meningkatkan kapasitas diri dengan rajin membaca. Anggota dewan yang baru saja terpilih untuk periode ketiga, pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 ini, salut pada peserta yang ternyata punya perhatian terhadap pertanian.

Sebelumnya, pada hari yang sama, hadir pula Hj Fatmawati Daeng Mami, pemilik Coto Makassar di Kalampa. Pemilik warung coto yang sudah membuka usahanya sejak 1996, dan punya beberapa cabang ini, memuji Daeng So’na yang mengembangkan pertanian alami. Diakui, sayuran dari pertanian alami rasanya berbeda. Daeng Mami terinspirasi dari bentuk bangunan Baruga Puan Tani, sehingga tertarik membangunan rumah ala Makassar tersebut.

Baruga Puan Tani yang berada di area The Hidden Garden Sofresh’na Indonesia ini, lokasinya tidak terlihat jika kita melewati Jalan Poros Galesong. Padahal jaraknya kurang dari 50 meter dari arah jalan raya beraspal itu. Baruga Puan Tani ini posisinya di Dusun Bonto Panno, Desa Paddinging, Kecamatan Sanrobone

BACA JUGA :   Inovasi ASATI Untuk Industri Pariwisata Indonesia ditengah PSBB Pandemi COVID-19

Rumah ini dibuat sendiri oleh Mudding Daeng Liwang, ayah Daeng So’na. Atap yang terbuat dari daun pohon nipah juga dianyam sendiri oleh Daeng Liwang. Mereka hanya membeli daun nipah di Desa Pabbatangang, yang dikenal sebagai sentra pembuatan gerabah dan batu bata di Kabupaten Takalar.

Tiang, ulu balla, dan pappadongko terbuat dari batang kelapa, yang pohonnya diambil dari kebun di Lamberang. Pohon kelapa itu ditanam kakek Daeng So’na. Bangunan baruga berukuran 5×6 meter ini berada di bagian belakang lahan kebun yang ditumbuhi aneka tanaman.

Daeng So’na mengungkapkan, ada yang mengira bangunan dan lahan ini milik masyarakat yang dibiayai donor. Padahal merupakan hasil jerih payah sendiri, buah kerja keras, dan upaya kemandirian yang dilakukan Daeng So’na, sejak 2019, setelah dia dan Rayhana merintis Sofresh’na. Diakui bahwa dirinya bertransformasi setelah mendapat beasiswa Bekal Pemimpin dari Unity In Diversity (UID). Saat itu, UID dipimpin oleh Mari Elka Pangestu, yang pernah jadi menteri dan salah seorang direktur di Bank Dunia (World Bank).

Daeng So’na merancang Baruga Puan Tani ini dengan meniru rumah tradisional orang-orangtua zaman dahulu. Rumah panggung tradisional khas Makassar ini juga dibuat dengan prosesi adat yang biasa dilakukan bila orang mendirikan rumah. Ada umba-umbanya, kulapisi, pallu golla, dan unti tekne yang diletakkan di atas kappara.

Prosesi yang disebut picuru ini dilakukan sebelum rangka bangunan didirikan. Daeng So’na bercerita, baju dan lipa sabbe juga diikat di tiang tengah (benteng tangnga). Di situ digantung unti tekne (pisang), gula merah, dan kelapa. Semua dibeli di Pasar Pattallassang, yang dalam bahasa Makassar bermakna sumber kehidupan. Ini merupakan salah satu tradisi masyarakat lokal, dengan harapan kehidupan masa depannya akan lebih baik.

BACA JUGA :   Bersih Desa Selorejo Bagian Tekat Generasi Muda Melestarikan Adat Budaya Jawa

Daeng So’na dalam mengelola lahan pertanian bersama ayahnya, dibantu oleh Daeng Lawa. Sebelum masuk ke pekarangan baruga, kita bisa melihat tanaman ubi cilembu, kelor, jati belanda dan jati lokal. Ada juga tebu, serei, sirsak, jambu kristal, ubi kayu dan kacang panjang. Kunyit, lengkuas, markisa, beberapa jenis mangga, rambutan, kelapa, belimbing, tabebuya, bidara, jeruk nipis, nagka, bunga telang, nenas, daun pandan, dan kersen juga ada.

Di bagian belakang baruga, terdapat 3 jenis pohon bambu. Ada jenis bambu tali, yang sudah langka di Bonto Panno, bahkan tinggal satu-satunya. Ada bambu banoa, bambu parring, dan bambu gading yang berwarna kuning. Beberapa jenis pisang juga ditanam, seperti pisang goroho, unti tunuang, serta pisang bainang yang enak bila digoreng.

Pohon inru (aren), lontar, dan paramunte, buah sejenis markisa. Orang dulu, katanya, menganggap buah ini sebagai makanan ular, tapi sebetulnya rasanya mirip markisa. Selain itu, terdapat green house, yang tengah dilakukan pembibitan pepaya kalifornia dan pohon durian.

Daeng So’na mengimpikan Baruga Puan Tani ini menjadi lokasi rekreasi keluarga yang edukatif terkait pertanian alami. Dia berencana mengadakan kegiatan melukis dan literasi dengan melibatkan murid-murid Sekolah Dasar. Menurutnya, keanekaragaman hayati perlu diperkenalkan sejak dini.

Di Baruga Puan Tani ini, mereka yang berkunjung bukan hanya bisa belajar, tapi sekaligus menikmati makanan yang dioleh dari kebun yang terhampar di halaman baruga. Selain edukasi tanaman, mereka yang datang juga akan mendapat pembelajaran terkait rumah panggung tradisional Makassar. Red/RT

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!