Putraindonews.com, Jakarta – Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri mengirim kembali berkas kasus dugaan pemalsuan sertifikat kawasan pagar laut Tangerang ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Hal tersebut dilakukan usai sebelumnya Jaksa Agung Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung mengembalikan berkas tersebut kepada Dittipidum dengan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.
“Kami tetap, dari penyidik Polri khususnya, melihat bahwa tindak pidana pemalsuan sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP, menurut penyidik, berkas yang kami kirimkan itu sudah terpenuhi unsur secara formal maupun materiel,” ungkap Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (10/4).
Pihaknya mengatakan bahwa usai menerima pengembalian berkas dari Kejagung, penyidik berdiskusi dengan beberapa orang ahli, salah satunya adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Akan tetapi, belum ditemukan indikasi kerugian negara.
“Mereka (BPK) belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” ujarnya.
Dikatakan oleh Brigjen Pol. Djuhandhani bahwa dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 25/PUU 14-2016 tertanggal 25 Januari 2017, disebutkan bahwa dalam tindak pidana korupsi harus ada kerugian nyata. Adapun kerugian secara nyata haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atau Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).
Maka dari itu, Dittipidum belum bisa melanjutkan kasus tersebut ke tindak pidana korupsi sebagaimana petunjuk Kejagung.
Adapun terkait dugaan korupsi dalam kasus ini, dia mengatakan bahwa indikasi tersebut sedang diselidiki oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri.
Sedangkan terkait dugaan adanya kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut Desa Kohod, hal tersebut sedang diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri.
“Sudah turun sprindiknya. Ini yang sekarang berlangsung,” katanya.
Brigjen Pol. Djuhandhani melanjutkan bahwa berkas pidana umum terkait pemalsuan sertifikat yang diserahkan pihaknya, sudah sesuai dengan asas hukum lex consumen derogat legi consumte, yaitu asas yang didasarkan pada fakta-fakta dominan pada suatu perkara.
“Melihat posisi kasus, fakta yang dominan adalah pemalsuan dokumen di mana tidak menyebabkan kerugian negara terhadap keuangan negara ataupun perekonomian negara sehingga penyidik berkeyakinan perkara tersebut merupakan bukan merupakan tindak pidana korupsi,” ucapnya.
Sementara itu, kerugian yang didapatkan penyidik dalam kasus ini hanyalah kerugian yang dialami para nelayan dengan adanya pemagaran.
Lebih lanjut, jenderal polisi bintang satu itu juga mengatakan bahwa nantinya surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) akan dibedakan antara pidana umum dan pidana korupsi.
“Perbuatannya, ‘kan, berbeda, antara menerima sama memalsukan. Tidak ada perubahan SPDP karena SPDP-nya sendiri,” ujarnya. Red/HS