Putraindonews.com – Penyidikan kasus dugaan pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) oleh PT. Bintang Delapan Wahana (BDW) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah (Sulteng) terus bergulir. Terbaru, Polda Sulteng menahan tersangka FMI alias F, usai menjalani pemeriksaan di Kantor Polda Sulteng, Palu, Sulteng, pada Rabu (3/7/2024) lalu.
Merespon penahanan FMI yang sebetulnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sulteng sejak 13 Mei 2024 silam, Ketua Tim kuasa hukum PT. Artha Bumi Mining (ABM), Happy Hayati Helmi melalui keterangan pers yang diterima wartawan, Ahad (7/7/2024) mengapresiasi kinerja penyidik Polda Sulteng tersebut.
“Kami atas nama kuasa hukum PT. Artha Bumi Mining sebagai pelapor, sangat berterima kasih dan mengapresiasi kinerja Polda Sulteng, yang telah melakukan penahanan terhadap tersangka atas perkara ini,” ucapnya.
Happy menjelaskan, selaku pelapor, PT. ABM telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) terkait kasus pemalsuan dokumen IUP ini dari Penyidik Polda Sulteng pada Jumat 5 Juli 2024. Dalam surat disebutkan, FMI ditahan untuk 20 hari kedepan, yakni sejak tanggal 3 Juli hingga 22 Juli 2024.
“Namun kami berharap, penyidikan kasus ini tidak berhenti disini, terlebih lagi saat ini telah ada waktu yang ditentukan berdasarkan penahanan untuk menyelesaikan kasus ini,” kata Happy seraya mengungkapkan bahwa kasus dugaan pemalsuan dokumen IUP oleh PT. BDW ini, juga telah diawasi oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Hal ini, lanjut Happy, dikuatkan dengan dilakukannya gelar perkara khusus oleh Biro Pengawas Penyidikan (Rowassidik) Bareskrim Polri, pada Rabu 12 Juni 2024 lalu. Gelar perkara khusus merupakan tindak lanjut atas pengaduan masyarakat yang diajukan oleh PT. ABM melalui surat pengaduan tertanggal 27 Maret 2024.
Terhadap hasil Gelar Perkara khusus tersebut, juga telah dilaksanakan oleh Penyidik Polda sebagaimana disampaikan melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor B/257/VI/RES.1.9./2024/Ditreskrimum tanggal 21 Juni 2024.
“Telah menjadi pengawasan Bareskrim Polri. Artinya dapat diasumsikan bahwa terdapat beberapa orang lainnya, yang diduga terlibat atas pemalsuan ini. Terlebih lagi, hingga saat ini belum ada kepastian terhadap Terlapor HM (Petinggi PT Delapan Bintang Wahana), karena itu kami sangat berharap konsistensi Polda Sulteng demi kepastian hukum,” harap Happy.
Sebelumnya, Polda Sulteng menetapkan FMI sebagai tersangka, sejak 13 Mei 2024 lalu. FMI dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP karena di duga terlibat dalam proses pembuatan membuat surat palsu dan/atau memalsukan surat Dirjen Minerba Nomor 1489 perihal Penyesuaian IUP Operasi Produksi tertanggal 3 Oktober 2013 sebagaimana tertuang dalam Penetapan tersangka FMI sendiri tertuang dalam Surat Dirreskrimum Polda Sulteng Nomor: B/256/V/RES.1.9/2024/Ditreskrimum tanggal 13 Mei 2024.
Untuk diketahui PT. Artha Bumi Mining melaporkan dugaan pemalsuan Surat Diretjen Minerba No. 1489 tanggal 3 Oktober 2013. Surat yang diduga dipalsukan itu berisi permintaan penerbitan IUP atas nama PT. Bintang Delapan Wahana.
Berbekal surat ini, PT. Bintang Delapan Wahana mengajukan perpindahan lokasi IUP yang awalnya berlokasi di Kabupaten Konawe dipindah ke Kabupaten Morowali.
Kemudian, PT. Bintang Delapan Wahana mengajukan IUP Operasi Produksi (IUP OP) ke Bupati Morowali. Pada 7 Januari 2014, Bupati Morowali menerbitkan surat IUP OP untuk PT. Bintang Delapan Wahana.
Polemik muncul, IUP yang dikantongi PT Bintang Delapan Wahana ternyata menyebabkan tumpang tindih wilayah IUP, dengan lima perusahan tambang, satu di antaranya IUP milik PT. Artha Bumi Mining dengan luas wilayah 10.160 Ha. Padahal, sejak awal diterbitkan, IUP milik PT Artha Bumi Mining berlokasi di wilayah Morowali, sedangkan IUP PT Bintang Delapan Wahana awalnya berlokasi di wilayah Konawe.
Pemalsuan dokumen ini telah merugikan PT. Artha Bumi Mining, kerugian yang sangat signifikan terutama dalam realisasi investasi kepada Negara di sektor nikel. Karena dalam 10 tahun terakhir sejak terbitnya IUP PT. Bintang Delapan Wahana di Morowali, pihak PT. Artha Bumi Mining tidak dapat memberikan segala yang menjadi kewajiban dan konstribusi dalam penerimaan negara dan memberi manfaat bagi perekonomian nasional.
“Besar harapan kami, agar perkara ini selesai dan terhadap kerugian-kerugian yang telah dialami oleh PT. Artha Bumi Mining 10 tahun terakhir dapat dipulihkan, serta dapat melakukan aktifitas pertambangan,” tutup Happy. Red/HS