Pelantikan Nawawi Pomolango Jadi Ketua KPK Sementara Dinilai Cacat Hukum

Putraindonews.com – Jakarta | Pelantikan Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantsan Korupsi (KPK) sementara diperkirakan cacat hukum.

Hal itu diutarakan pakar hukum pidana Prof. Romli Atmasasmita, yang menurutnya penggantian Firli Bahuri oleh Nawawi Pomolango lantaran diduga Firli terlibat kasus pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Romli dalam analisisnya menyebut seharusnya Presiden Jokowi terlebih dulu mengajukan calon pengganti Firli ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga tidak terburu-bur menunjuk langsung Nawawi yang merupakan Wakil Ketua KPK.

“Prosedur penunjukkan Nawawi Pomolango untuk menggantikan Firli Bahuri selaku Ketua KPK mengandung cacat hukum sehingga prosedur penunjukkan dimaksud batal demi hukum dan karenanya segala tindakan hukum KPK dalam melakasanakan tugas dan wewenangnya menjadi tidak sah dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan,” kata Romli dalam keterangan pers yang dikutip pada Senin (27/11/23).

BACA JUGA :   WNA Ditahan Imigrasi Ngurah Rai, Diduga Tidak Bayar Penginapan dan Makanan

Menurut Romli, bila mengacu kepada Pasal 70B Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang menyebutkan pada saat UU itu berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan beleid sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Selain itu, mekanisme pergantian pimpinan KPK yang ditetapkan menjadi tersangka diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden mengacu pada Pasal 32 ayat (2).

“Pasal 33 ayat (1), dalam hal terjadi kekosongan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Presiden Republik Indonesia mengajukan calon anggota pengganti kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,” demikian mengutip Undang-Undang.

Lantas pada Pasal 33 ayat (2) UU disebutkan, prosedur pengajuan calon pengganti dan pemilihan calon anggota yang bersangkutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 30, dan Pasal 31.

BACA JUGA :   Pelajar 14 Tahun di Sulut Diperkosa 9 Orang

Romli dalam analisisnya menyatakan, Presiden Jokowi berwenang mengangkat langsung pengganti pimpinan KPK jika terjadi kekosongan yang menyebabkan jumlah komisioner berjumlah kurang dari 3 orang. Hal itu tercantum pada Pasal 33A ayat (1).

“Pergantian pimpinan KPK dan penunjukkan pimpinan baru KPK hanya dapat dilaksanakan jika jumlah pimpinan KPK berkurang hanya tinggal 3 orang; hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwa setelah Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka, pimpinan KPK tersisa 4(empat) orang,” papar Romli.

Romli menambahkan, jika mengikuti prosedur pergantian pimpinan KPK dengan penunjukkan Nawawi Pamolango yang juga pimpinan KPK semasa Firli selaku pengganti, maka pimpinan KPK berjumlah 4 orang dan tidak berjumlah 5 orang, sebagaimana telah ditetapkan berdasarkan UU Nomor 30 tahun 2002 dan UU Nomor 19 tahun 2019. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!