Putraindonews.com, Blitar – Ini yang terjadi bila rakyat terus menerus hanya menunggu janji – janji oleh pemerintah Kabupaten Blitar, tak tahan membendung rasa kecewa, ahirnya ratusan warga Desa Gambar Anyar kembali wadul dan menggeruduk DPRD Kabupaten Blitar minta ketegasan Bupati, terkait lahan kebun tersebut pada Kamis (19/06/25).
Mereka menagih janji dan menuntut kepastian atas lahan perkebunan plasma yang telah mereka perjuangkan selama hampir tiga tahun.
Hal ini terungkap saat warga hearing bersama Komisi III DPRD Kabupaten Blitar.
Ketidakhadiran pihak Perkebunan Gambar dalam hearing tersebut, menjadi sorotan. Warga menilai absennya perusahaan tersebut, sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap lembaga legislatif dan penghinaan terhadap aspirasi masyarakat.
Ketua Umum Ratu Adil (Rakyat Tuntut Keadilan), Mohammad Trijanto sebagai pendamping warga menyampaikan kekecewaannya di hadapan anggota DPRD.
“Agenda hari ini sangat tidak produktif. Pihak Perkebunan Gambar sudah beberapa kali diundang, tetapi tidak pernah hadir. Ini bukan sekadar tidak hormat, melainkan sebuah pelecehan terhadap lembaga DPRD Kabupaten Blitar,” keluh Trijanto.
Trijanto menekankan pentingnya langkah konkret dari pemerintah daerah dalam waktu dekat. Ia juga memperingatkan bahwa tanpa adanya tindak lanjut yang jelas, warga Gambar Anyar akan melakukan aksi lebih besar dengan mendatangi Pendopo Kabupaten untuk menuntut langsung kepada Bupati.
“Kalau tidak ada solusi nyata dalam waktu dekat, kami pastikan bulan Juli nanti warga Gambar Anyar akan bergerak ke Pendopo. Bupati sekarang punya kewajiban moral dan administratif untuk menindaklanjuti rekomendasi dari Bupati sebelumnya, Mak Rini,” tegasnya.
Trijanto juga mengungkapkan adanya indikasi pelanggaran hukum terkait alih fungsi lahan yang diketahui oleh berbagai pihak, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, namun hingga kini belum ada tindakan tegas.
“Jika ini terus dibiarkan, kami tidak segan melaporkan ke KPK, Kejaksaan Agung, atau Kejati. Kami memiliki bukti dan rekam jejaknya. Jangan sampai ini menjadi bom waktu,” tambah Trijanto.
Menanggapi desakan warga, anggota DPRD dari Komisi III, Argo mengatalan, bahwa pihaknya memahami kekecewaan masyarakat. Ia berjanji akan menyampaikan aspirasi warga langsung kepada Bupati dan Wakil Bupati.
“Harapan kami, hearing hari ini menjadi yang terakhir. Kami ingin ada solusi konkret, bukan janji yang menggantung,” kata Argo.
Senada dengan Argo, anggota Komisi III lainnya, Andika, menegaskan, bahwa DPRD memberikan tenggang waktu tujuh hari kerja kepada OPD terkait untuk memberikan jawaban tertulis mengenai status dan kejelasan lahan plasma tersebut.
“Kami minta jawaban itu tidak mengambang. Harus jelas, berdasarkan undang-undang, dan dikirim resmi ke DPRD. Kami akan kawal ini,” tandas Andika.
Perjuangan warga Gambar Anyar untuk mendapatkan hak atas lahan yang dijanjikan sebagai bagian dari kemitraan plasma sudah berlangsung cukup lama.
Meskipun beberapa surat dari instansi pusat, termasuk BPN, telah turun ke lapangan dan menemukan indikasi alih fungsi lahan, belum ada tindakan berarti dari pihak perusahaan maupun pemerintah daerah.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses hukum dan birokrasi yang berjalan. Terlebih, rekomendasi dari Bupati sebelumnya belum ditindaklanjuti oleh pejabat baru setelah pergantian kepemimpinan daerah.
“Perjuangan kami bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga harga diri dan hak yang dilanggar secara sistematis. Jika kesepakatan nanti terwujud, ini akan menjadi sejarah besar. Namun, jika tidak, kami tidak akan tinggal diam. Ini akan kami ukir sebagai prasasti perlawanan rakyat terhadap ketidakadilan,” ujarnya.
Hearing tersebut kembali menegaskan bahwa masalah agraria dan keadilan sosial masih menjadi pekerjaan rumah besar di Kabupaten Blitar.
Warga Gambar Anyar berharap dalam tujuh hari mendatang ada langkah tegas dan jawaban pasti dari pemerintah daerah dan pihak terkait.
Satu hal yang pasti, warga Gambar Anyar telah menunjukkan bahwa mereka tidak akan berhenti sebelum hak mereka benar-benar dikembalikan. Redaksi : etik