Putraindonews.com, Blitar – Konflik berkepanjangan yang melibatkan perkebunan PT Rotorejo Kruwuk akhirnya menemukan titik terang.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Aula Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Blitar, Selasa (30/9/2025), para pihak terkait mencapai kesepakatan penting mengenai reforma agraria melalui redistribusi tanah (redis).
Hadir dalam acara tersebut, Revolutionary Law Firm sebagai kuasa hukum masyarakat penerima redis, yang aktif dalam mengawal kepentingan hukum rakyat.
Selain itu juga hadir Pemkab Blitar melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), Badan Pertanahan Nasional (BPN), kelompok masyarakat (Pokmas), serta Kepala Desa Gadungan dan Sumberagung.
Mohammad Trijanto, S.H., M.M., M.H., C.Me., Sp.Ptn., CPLA, pendiri sekaligus pemilik Revolutionary Law Firm mengatakan, bahwa momentum ini merupakan lompatan besar dalam perjuangan reforma agraria di Kabupaten Blitar.
“Masyarakat yang sebelumnya terbelah antara pro dan kontra kini bisa bersatu. Kami, selaku kuasa hukum masyarakat, memastikan agar Pemkab Blitar melalui Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) segera merekomendasikan penerima redis. Di sisi lain, BPN dan pihak perkebunan juga sudah menunjukkan komitmen kuatnya. Inilah jalan damai yang memberi kepastian hukum bagi semua,” kata Mohammad Trijanto.
Trijanto menandaskan, dalam kesepakatan tersebut, masyarakat dijanjikan akan memperoleh Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai bentuk pengakuan negara atas hak mereka. Sementara itu, PT Rotorejo Kruwuk, yang HGU-nya berakhir sejak 2009, kini memiliki peluang untuk memperoleh HGU baru dengan landasan hukum yang sah dan transparan.
“Keberpihakan kepada masyarakat tidak berarti meniadakan hak perusahaan. Perjuangan hukum yang kami lakukan bertujuan menyeimbangkan, rakyat memperoleh haknya secara sah, sementara perusahaan tetap memperoleh kepastian hukum untuk melanjutkan usaha perkebunannya,” tandasnya.
Trijanto juga mengapresiasi langkah PT Rotorejo Kruwuk yang tetap konsisten dalam membayar kewajiban pajak negara, meskipun HGU perusahaan telah kedaluwarsa. Total pembayaran yang sudah disetor perusahaan mencapai hampir Rp7 miliar.
“Sikap taat pajak ini patut diapresiasi. Komitmen semacam ini menjadi modal penting bagi negara untuk memberikan legitimasi baru dalam bentuk HGU,” pungkas Trijanto. Redaksi : etik/rif