Ledia Hanifah: Penyusunan RUU Kepariwisataan, Pertahankan Ekosistem Daerah Tujuan Wisata Jadi Perhatian DPR RI

Putraindonews.com– Komisi X DPR RI sedang menyusun Rancangan Undang-Undang atau RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Salah satu tujuan dari revisi, untuk tetap mempertahankan ekosistem dan lingkungan dari daerah setempat dari dampak buruk yang ditimbulkan.

Demikian dikemukakan Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah dalam Forum Legislasi dengan bertajuk ‘Menilik Urgensi RUU Kepariwisataan’ di Ruang PPID, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024).

Sudut pandangnya yang ingin diubah, menurut Ledia bahwa bukan sekedar menambah jumlah kunjungan, tetapi juga bagaimana tetap mempertahankan ekosistem dan mempertahankan lingkungan dan lain sebagainya.

“Ada sejumlah substansi materi RUU yang menjadi penekanan DPR RI ini terkait penyusunan RUU Kepariwisataan yang dibahas Komisi IX DPR,” terangnya.

Substansi yang pertama, menurut Ledia, mengenai kondisi global yang diharapkan dari sektor pariwisata itu nanti akan terjadi berkelanjutan sustainable tourism atau pariwisata yang berkelanjutan dan bermakna.

“Yaitu bahwa kita tidak ingin sekedar mendorong orang-orang berbondong-bondong untuk hadir ke satu tempat mengunjungi wisata, mendatangkan keuangan bagi wilayah setempat maupun negara tujuan. Atau daerah tujuan. Tapi setelah itu pulang selesai, nggak peduli apakah daerah tujuan itu rusak,” sebut politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.

BACA JUGA :   Rapat Dengan Pemerintah, Mulyadi Minta PUPR Benahi Sengkarut Lalu Lintas Truk Tambang di Parung Panjang

Kedua, terkait perkembangan teknologi, utamanya digitalisasi. Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat I (meliputi Kota Bandung dan Cimahi) ini mengakui kita tidak bisa menutup mata dari perkembangan digitalisasi, karena semua hal yang berkaitan dengan bisnis pariwisata tidak bisa dilepas perubahan dan perilaku.

Perubahan mindset dan perilaku terkait dengan perilaku para wisatawan itu sendiri maupun perilaku bidang usaha pariwisata. Ia mencontoh untuk pembelian tiket pesawat, reservasi hotel dan lainnya, wisatawan maupun pelaku bisnis wisata sudah menggunakan perangkat digitalisasi canggih.

“Beli tiket lewat travel kan sekarang semua sudah tinggal pakai jempol. Sepanjang di rekeningnya ada uangnya, sudah langsung bisa. Mau berangkat ke mana saja bahkan sudah bisa memilih mau yang seperti apa,” ungkapnya lagi.

Ledia menjelaskan berbagai aplikasi berbasis internet semakin menjamur. Bisnis travel perjalanan sudah digantikan dengan aplikasi, juga pemandu wisata oleh virtual tour. Bahkan dengan adanya peta berbasis internet orang tinggal klik saja sudah tahu.

“Kalau kita cuma punya waktu 2 jam atau 3 jam di satu tempat apa yang sebaiknya kita lakukan itu sudah ada konselornya dari HP kita,” terangnya.

BACA JUGA :   Fraksi PKS DPR RI Tetap Konsisten Tolak UU Omnibus Law Cipta Kerja

Lebih jauh, Ledia mengatakan pemerintah sudah menjadikan bahwa pariwisata akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional, setelah minerba. Sehingga DPR RI memahami sektor pariwisata bagian yang akan didorongkan dan mendapatkan perhatian lebih besar saat ini.

Hal lain mengenai rencana pembentukan Badan yang akan dibentuk khusus mengelola pariwisata dan kedudukannya akan berada langsung di bawah presiden.

“Perlu ada badan, terlepas nanti kementeriannya mungkin pindah-pindah tapi ada badan yang tetap di bawah presiden. Kita juga berharap ketika adanya perlindungan terhadap pemandu wisatanya. Apakah bersertifikasi atau nggak. Jadi ada perlindungan,” sebut Ledia.

Hal lain berkaitan keterkaitan dan harmonisasi dengan Omnibus Law UU Cipta Kerja, karena UU Nomor 10 Tahun 2009 ini merupakan salah satu UU yang dilebur dalam Omnibus Law UU Cipta Kerja. Persoalannya, terang Ledia, dalam metode Omnibus Law maka tidak bisa mengubah satu pasal saja dalam UU Cipta Kerja.

“Dalam Omnibus Law apabila ingin mengubah maka yang diubah harus keseluruhannya. Akhirnya saat ini kesepakatannya dengan Badan Legislasi terpaksa harus mengubah, bukan mengganti. Jadi kita mengubah dengan pendekatannya revisi perubahan, bukan penggantian,” pungkasnya. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!