Putraindonews.com – Ketimbang mengobral Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk organisasi masyarakat atau Ormas Keagamaan, apalagi diberikan secara prioritas tanpa lelang yang tidak masuk akal. Sebaiknya pemerintah cukup dengan membagi keuntungan atau proft sharing untuk ormas.
Saran ini disampaikan Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (10/6/2024).
Menurut Mulyanto, jika (bagi-bagi IUPK) dilakukan sama artinya pemerintah menyalahi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), dan tidak masuk akal.
“Membentuk badan usaha milik ormas, memberikan prioritas IUPK, lalu mencarikan kontraktor untuk pengusahaan tambang bagi ormas adalah intervensi yang terlalu jauh, memaksakan diri dan dengan risiko yang tinggi. Kita mengkhawatirkan ini bisa jadi `Jebakan Batman` bagi ormas,” sebut dia.
Kalau pemerintah ingin membantu ormas, lanjut politisi PKS ini, lebih baik dengan cara membagi keuntungan pengusahaan tambang kepada ormas. Ketimbang membagi tanggung-jawab untuk pengusahaan tambang, apalagi dengan membentuk badan usaha ‘jadi-jadian’, seperti badan usaha milik ormas.
“Ini terlalu memaksakan diri. Pengusahaan tambang sangat berat dan penuh risiko, baik kepada keuangan negara, masyarakat maupun lingkungan hidup,” ujarnya lagi.
Mulyanto menegaskan bahwa pengusahaan tambang membutuhkan spesialisasi dan profesionalitas. Apalagi, sudah banyak kasus-kasus tambang yang merugikan masyarakat dan lingkungannya, belum lagi kasus ribuan izin tambang yang ‘tidur’ tidak diusahakan.
“Kita juga tidak ingin ormas terkena kutukan SDA. Alih-alih untung, yang ada malah buntung dan merepotkan umat,” imbuh dia.
Ia menerangkan, pembagian keuntungan pengusahaan tambang kepada ormas dapat berbentuk bantuan program CSR (corporate social responsibility) secara tetap dan reguler. Atau dapat juga berupa pemberian PI (participating interest) sebagaimana yang diterima Pemda yang di wilayahnya ada pertambangan.
“Ini lebih logis dan realistis serta tidak menyalahi UU. Kita dapat menimba dari pengalaman profit sharing selama ini dan tentunya itu dapat dievaluasi dan disempurnakan,” pungkas Mulyanto. Red/HS