Putraindonews.com-Jakarta | Ketua Komisi V DPR RI Lasarus menyatakan keraguannya terhadap rencana pemerintah menerapkan subsidi KRL berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Menurut Lasarus, kebijakan tersebut belum tentu akurat dan punya potensi salah sasaran. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa hingga saat ini, pemerintah belum melaporkan rencana tersebut secara resmi kepada Komisi V DPR RI.
“Saya sudah mendengar, terutama dari media massa. Namun, dalam rapat kerja terakhir kami, Pak Menteri Perhubungan belum melaporkan hal ini ke Komisi V. Kami tidak tahu apa alasan pemerintah menggunakan NIK, karena belum disampaikan secara resmi,” ujar Lasarus ketika diwawancarai Parlementaria di Senayan, Selasa (10/9/24).
Ia menjelaskan bahwa isu subsidi tepat sasaran selalu menjadi perdebatan yang belum selesai. Menurutnya, pemerintah harus memiliki mekanisme yang jelas dan mendetail untuk menargetkan kelompok masyarakat yang benar-benar berhak menerima subsidi. Penggunaan NIK, lanjutnya, dianggap hanya mempermudah pekerjaan pemerintah, namun belum tentu mencerminkan realitas di lapangan.
“Pertanyaannya adalah, apakah penggunaan NIK sudah sesuai dengan kondisi nyata masyarakat? Kalau ternyata mekanisme ini salah sasaran, tentu akan menimbulkan persoalan baru,” katanya.
Politisi PDI-Perjuangan ini juga menyarankan agar pemerintah melibatkan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam proses pendataan untuk menentukan kelompok masyarakat yang layak menerima subsidi. Ia menilai, data yang disediakan BPS lebih valid dan akurat jika dikelola dengan baik.
“Jika data statistik berfungsi dengan baik, pemerintah bisa menentukan kelompok mana yang berhak menerima subsidi tanpa harus membuat mekanisme baru di luar sistem yang sudah ada. BPS memiliki instrumen yang cukup untuk melakukan survei dan mengumpulkan data yang valid,” jelasnya.
Lebih lanjut, Legislator Dapil Kalimantan Barat I ini mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan kebijakan subsidi berbasis NIK. Ia khawatir, kebijakan tersebut justru akan memberikan manfaat kepada mereka yang tidak berhak.
“Jangan sampai nanti menimbulkan persoalan baru, misalnya jika yang menerima subsidi adalah orang-orang yang tidak berhak. Pola pembuatan NIK dan KTP itu sendiri apakah sudah legit dan akurat? Kalau terjadi kesalahan di sana, maka penerima subsidi juga akan salah sasaran,” tegasnya.
Lasarus menyimpulkan bahwa kebijakan subsidi KRL berbasis NIK perlu dievaluasi dan dikaji ulang secara mendalam. Ia menekankan bahwa mekanisme penentuan penerima subsidi harus berdasarkan data yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kalau hanya berdasarkan NIK, menurut saya belum tentu akurat. Ini perlu dikaji ulang. Libatkan BPS, dan pastikan data yang digunakan benar-benar valid dan sesuai dengan kondisi di lapangan,” pungkasnya.Red/HS