Putraindonews.com – Chongqing | Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengungkapkan bahwa penggabungan sumber daya riset seperti yang dilakukan sejauh ini terbukti dapat meningkatkan kualitas inovasi Indonesia.
“Ekosistem riset yang inovatif di Indonesia harus diakui masih lemah, tapi setelah dua tahun BRIN, setelah konsolidasi sumber daya yang tersebar, langsung Indeks Inovasi Global Indonesia dari 85 jadi 61,” kata Laksana Tri Handoko, Senin (6/11/23).
Dirinya berbicara di sela-sela Belt and Road Conference on Science and Technology Exchange (Konferensi Sabuk dan Jalur untuk Pertukaran Sains dan Teknologi) di Chongqing, China. Handoko merupakan salah satu pembicara pada pembukaan acara tersebut.
Dalam sesi pleno, salah satu pembicara yaitu Chief Economicst of the World Intellectual Property Organization (WIPO) Carsten Fink sempat menyebutkan Indonesia menempati peringkat 61 dari 132 negara, dengan total skor 30,3.
Indonesia berhasil naik dari peringkat 85 pada 2022 namun masih masuk dalam kelompok negara berpendapatan menengah ke bawah.
“Sekarang kita bisa, tiba-tiba, ya disebut tiba-tiba karena tadinya tidak bisa, sekarang jadi bisa misalnya untuk membeli alat Rp300 miliar dulu hampir mustahil tapi saat ini bisa, kita beli kapal KRI itu berapa?” ujar Handoko.
Menurut Handoko, pembentukan BRIN pada 5 Mei 2021 melalui Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 mengharuskan peleburan 49 kementerian, lembaga hingga unit terkait di bidang riset dan teknologi sehingga menyatukan seluruh sumber daya.
“Karena riset itu sebenarnya murah, yang mahal itu dua. Pertama, manusia pintarnya karena susah dan lama untuk menghadirkan manusia pintar,” ujarnya.
“… dan manusia pintar itu juga muncul karena ada ‘mainannya’ yaitu riset jadi setelah disatukan semuanya kita bisa melakukan kedua hal itu,” katanya, menambahkan. Red/HS