Putraindonews.com, Istambul – Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) pada Sabtu (14/9) memperingatkan Israel akan bahaya pendirian pos pemukiman ilegal di situs arkeologi di Bethlehem, wilayah selatan Tepi Barat yang diduduki.
Biro Nasional PLO untuk Pertahanan Tanah seperti dikutip dari Anadolu dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa pendirian pos ilegal Nahal Helitz di atas tanah desa Battir di Bethlehem membahayakan warisan desa tersebut, yang merupakan situs Warisan Dunia UNESCO.
Biro tersebut menyoroti bahwa ketua otoritas keuangan Israel, Bezalel Smotrich, mengumumkan pendirian pos ilegal tersebut pada awal September.
Biro tersebut menjelaskan bahwa Nahal Helitz adalah salah satu dari lima permukiman ilegal di bagian dalam Tepi Barat yang diduduki, yang disetujui oleh pemerintah pendudukan Israel pada 27 Juni untuk menghubungkan Yerusalem dan permukiman ilegal lainnya dengan blok permukiman ilegal Gush Etzion.
Biro tersebut menerangkan bahwa pendirian pos tersebut akan “mengisolasi Battir, beserta warisan budayanya, serta desa-desa Palestina di sekitarnya, dari Bethlehem dan sisa wilayah Tepi Barat yang diduduki, yang merupakan pelanggaran jelas terhadap piagam global untuk pelestarian situs warisan dunia.”
Pada 2014, UNESCO menyatakan Battir sebagai Situs Warisan Dunia dalam langkah darurat akibat rencana saat itu untuk membangun tembok pemisah Israel melalui tanah-tanahnya.
Desa tersebut terkenal dengan praktik pertanian tradisionalnya dan teras pertanian yang indah.
Pada bulan Mei, organisasi hak asasi manusia Israel, B’Tselem, mengungkapkan bahwa pemerintah yang dipimpin oleh kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu merencanakan pengusiran para penggembala dan petani Palestina dari tanah mereka di Tepi Barat yang diduduki, dengan bekerja sama dengan pemukim ilegal Israel.
B’Tselem menegaskan bahwa hal itu adalah bagian dari “sistem apartheid Israel.”
Menurut perkiraan Tel Aviv, lebih dari 720.000 pemukim ilegal Israel tinggal di permukiman ilegal di seluruh Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur.
Warga Palestina memandang Tepi Barat yang diduduki sebagai bagian integral dari negara masa depan mereka yang merdeka, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, yang telah diduduki oleh Israel sejak 1967.
Ketegangan terus meningkat di seluruh Tepi Barat di tengah serangan militer Israel yang menghancurkan Jalur Gaza, yang telah menewaskan hampir 41.200 korban, sebagian besar perempuan dan anak-anak, sejak 7 Oktober tahun lalu.
Setidaknya 703 orang, termasuk 159 anak-anak, telah tewas dan lebih dari 5.700 orang terluka akibat tembakan Israel di Tepi Barat, menurut Kementerian Kesehatan.
Peningkatan itu terjadi setelah opini bersejarah Mahkamah Internasional pada 19 Juli yang menyatakan pendudukan Israel atas tanah Palestina selama puluhan tahun sebagai tindakan ilegal dan menuntut evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Red/HS