Putraindonews.com,Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah mengambil langkah berbahaya selama beberapa hari terakhir melalui kebijakan perdagangannya.
Kebijakan tarif AS itu terutama ditujukan kepada mitra-mitra dagang global utama, khususnya China.
Dalam menghadapi kebijakan tarif yang semakin meningkat, China telah merespons dengan tindakan balasan yang diperlukan untuk melindungi kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunannya.
Dengan memberlakukan apa yang disebut sebagai “tarif resiprokal” atau timbal balik, AS telah mengesampingkan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), merongrong hak dan kepentingan yang sah dari para anggota WTO, merusak sistem perdagangan multilateral yang berbasis aturan, dan meningkatkan ketidakstabilan dalam tatanan ekonomi global yang sudah rapuh.
Pada intinya, strategi ini menganut praktik unilateralisme, proteksionisme, dan penindasan ekonomi.
Christine Lagarde, Presiden European Central Bank (ECB), memperingatkan bahwa efek riak dari kebijakan-kebijakan tersebut dapat membahayakan stabilitas ekonomi global.
Dengan melakukan diskriminasi di antara mitra dagang dan secara sepihak menaikkan bea masuk melebihi batas yang sudah disepakati, AS telah melanggar peraturan WTO, ujar Chad Bown, seorang senior fellow di organisasi riset Peterson Institute for International Economics.
China telah menyatakan posisinya dengan tegas, menyatakan tidak memicu masalah, dan juga tidak terintimidasi.
“Memberi tekanan dan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi China,” demikian respon China.
China sepenuhnya percaya diri, mampu, dan tangguh dalam menghadapi perang tarif ini. Red/HS