Putraindonews.com – Jakarta | Penyedia solusi keamanan siber global, Fortinet merilis hasil survei baru yang oleh IDC yang salah satu hasilnya mengungkapkan bahwa Insiden ransomware meningkat dua kali lipat di seluruh Indonesia, dengan 62% perusahaan melaporkan setidaknya peningkatan 2 kali lipat pada tahun 2023, dibandingkan tahun 2022.
Research Vice President, IDC Asia-Pasifik Simon Piff mengatakan, pengamanan infrastruktur IT modern memerlukan komitmen berkelanjutan terhadap kewaspadaan, proaktif, dan kemampuan beradaptasi di tengah tantangan yang ditimbulkan oleh pekerjaan hybrid, AI, dan teknologi awan.
“Integrasi alat-alat yang didukung AI, penilaian ulang staf, potensi outsourcing, dan peningkatan automasi muncul sebagai aspek penting yang disoroti oleh survei ini, yang menekankan pentingnya perusahaan untuk menerapkan automasi secara strategis,” ujarnya.
Survei ini mengeksplorasi berbagai aspek, termasuk praktik keamanan umum, frekuensi dan dampak serangan, waktu deteksi dan respons, kelengahan kewaspadaan, status, dan dampak automasi dalam alur kerja Operasi Keamanan (State of SecOps), dan tantangan terkait pengembangan keahlian dalam domain SecOps.
Selain ransomware, survei ini pun mengungkapkan bahwa Phishing (pengelabuan) dan pencurian identitas adalah ancaman siber yang paling dominan di Indonesia, dengan 50% perusahaan menempatkannya sebagai ancaman utama.
Vice President of Marketing and Communications Fortinet Asia Rashish Pandey menuturkan, solusi Operasi Keamanan Fortinet, yang didukung oleh AI tingkat lanjut, tidak hanya menjawab kebutuhan mendesak akan automasi tetapi juga memberikan strategi komprehensif untuk deteksi dan respons insiden.
“Komitmen kami untuk memberdayakan perusahaan dalam menavigasi medan keamanan siber yang dinamis ditunjukkan melalui solusi inovatif. Hal ini mencakup waktu rata-rata satu jam yang mengesankan (lebih cepat dalam banyak kasus) untuk mendeteksi dan mengatasi ancaman, rata-rata investigasi dan remediasi 11 menit, ROI yang luar biasa sebesar 597%, peningkatan produktivitas tim sebanyak dua kali lipat, dan pengurangan potensi pesanggaran dengan biaya sebesar US$1,39 juta,” pungkasnya. Red/HS