PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA | Rapat Kerja (Raker) lewat video conference kembali digelar oleh Komite I DPD RI pada Jumat (8/5). kemaren
Raker kali ini mengundang Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD. Raker yang diikuti oleh seluruh anggota Komite I DPD RI juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPD RI, Nono Sampono. Dalam Raker ini dipimpin oleh Ketua Komite I DPD RI, Agustin Teras Narang.
Teras Narang dalam sambutan pengantarnya, sempat mempertanyakan dan menyesalkan proses penundaan pilkada serentak 2020 menjadi Desember 2020 tidak melibatkan dan meminta pertimbangan DPD RI.
“Komite I berpandangan bahwa persoalan Pandemi Covid-19 membutuhkan optimalisasi kinerja Pemerintah Pusat dan Daerah, optimalisasi anggaran, optimalisasi upaya pelindungan kesehatan dan keselamatan masyarakat, dan tindakan yang diperlukan lainnya.
Selain itu, penundaan Pilkada di Desember 2020 membutuhkan kerja-kerja yang mendesak dan cepat dalam mempersiapkan payung hukum, validitas Data Pemilih, anggaran, penyelenggara, dan peserta di tengah Pandemi.
Komite I menilai tentunya pelaksanaan Pilkada di Desember 2020 kurang memperlihatkan sense of crisis dan akan mengurangi kualitas demokrasi di tingkat lokal karena dilakukan secara tergesa-gesaâ€, tegas Teras Narang.
Dalam Raker ini, Komite I DPD RI juga menyoroti soal lemahnya koordinasi kebijakan baik antar Kementerian/Lembaga ditingkat pusat maupun antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Raker juga membahas 5 isu strategis dalam penanganan pandemi Covid-19, diantaranya soal pilkada serentak 2020, RUU Cipta Kerja, otonomi khusus Papua, koordinasi dan sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan kebijakan Kemenko Polhukam dalam penanganan Covid–19.
“Kami di Komite I DPD RI mendesak Menko Polhukam RI mengoptimalkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penanganan Pandemi Covid-19 baik antar Kementerian/Lembaga ditingkat Pusat maupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerahâ€, tegasnya.
Wakil Ketua Komite I DPD RI, Abdul Kholik memperkuat pandangan rekan–rekannya di Komite I. Menurutnya, soal pandemi Covid– 19 ini pemerintah mendesentralisasi wabah tetapi meresentralisasi penanganan.
“Terkait pilkada, saya melihat perppu ini sangat minimalis karena hanya bicara soal penundaan dan anggaran. Pak menko Polhukam mohon kesempatan penundaan ini digunakan untuk benahi kualitas pilkada.
Kami Komite I DPD RI sudah rumuskan draft RUU Pilkada, bisa menjadi masukan untuk Pak Menko Polhukamâ€, ungkap Abdul Kholik.
Dalam kesempatan Raker ini, anggota Komite I DPD RI daerah pemilihan Papua Barat, Filep Wamafma mendesak agar Menko Polhukam dalam merumuskan kebijakan terkait otonomi khusus hendaknya merujuk pada temuan–temuan Panitia Khusus (Pansus) Papua DPD RI yang saat ini masih bekerja merumuskan rekomendasi.
Persoalan rencana pemerintah melakukan relaksasi PSBB juga mendapat perhatian dan pertanyaan dari para anggota Komite I DPD RI saat sesi tanya jawab dibuka.
Menanggapi hal tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, Karantina wilayah dalam bentuk kebijakan PSBB sekarang ini sesungguhnya sudah bagus, namun demikian telah menimbulkan masalah baru akibat terlalu ketatnya pelaksanaan PSBB.
“Pemerintah belum memutuskan tentang relaksasi walaupun dibanyak negara sudah mulai relaksasi.
Relaksasi dibutuhkan, kalau terlalu dikekang jadi tidak bisa bergerak. Mungkin relaksasi di bulan Juli tetapi belum pasti juga. Pemerintah akan kaji terus sambil PSBB ini berjalan, jelas Menko Polhukam.
Terkait Perppu Pilkada yang banyak ditanyakan anggota Komite I DPD RI kepada Menko Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan awalnya adalah adanya permintaan dari KPU untuk menunda pilkada serentak 2020 lantaran pandemi Covid–19.
“Lalu diadakan pertemuan tripatrit antara KPU, DPR dan Pemerintah yang diinisiasi oleh KPU. Dalam pembahasan berikutnya saya setuju agar DPD RI didengar pendapatnya dan diajak bicara soal pilkada ini mengingat Pilkada ini soal daerah maka DPD perlu diajak.
Walapun akan ada perdebatan. Hari ini saya akan sampaikan ke DPR agar DPD diajak bicara, tegas Menko Polhukam.
Dalam lanjutan penjelasannya, Mahfud MD mengatakan berdasarkan catatan di Menko Polhukam, pemerintah akan fokuskan pilkada serentak pada 9 Desember 2020 dulu, tetapi kalau pada akhir Mei ini pandemi Covid–19 masih mewabah, maka akan ada Perppu baru yaitu pengunduran pelaksanaan menjadi Maret 2021. Seandainya meleset kembali, maka pelaksanaan menjadi september 2021.
Banyaknya pertanyaan dari anggota Komite I DPD RI tentang desakan pelibatan DPD RI dalam berbagai kebijakan terkait kepentingan strategis nasional di daerah, Mahfud MD meresponnya dengan mengatakan bahwa dirinya sebagai akademisi tentu saja ingin DPD diperkuat.
“Kalau perlu melalui amandemen konstitusi DPD RI menjadi kamar legislatif tersendiri. Tetapi waktu itu gagal. Lalu saya berikan penguatan saat masih menjadi Ketua MK, yaitu setiap pembahasan UU di DPR harus libatkan DPD. Sebuah UU yang tidak melibatkan DPD bisa digugat ke MK sebagai cacat proseduralâ€, ungkapnya.
Melalui Raker ini, Komite I DPD RI dan Menko Polhukam merumuskan kesimpulan dan kesepakatan bersama, antara lain:
1. Komite I DPD RI mendukung langkah-langkah dan kebijakan strategis yang dilakukan Pemerintah melalui Kemenko Polhukam RI dalam menangani dampak Pandemi Covid–19 terhadap situasi politik, hukum dan keamanan Indonesia.
2. Komite I DPD RI mendesak Menko Polhukam RI mengoptimalkan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan penanganan pandemi Covid-19 baik antar Kementerian/Lembaga ditingkat Pusat maupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.
3. Menko Polhukam RI setuju mengusulkan keterlibatan DPD RI dalam pembahasan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 yang dalam masa sidang berikutnya akan dibahas dan ditetapkan untuk ditetapkan menjadi Undang-Undang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Komite I DPD RI mendesak Pemerintah melalui Menko Polhukam RI untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja bersama DPR RI dikarenakan sejumlah persoalan dan situasi yang dihadapi Indonesia.
5. Komite I DPD RI sepakat dengan Menko Polhukam RI untuk meningkatkan pengawasan pelaksanaan Otonomi Khusus dan Dana Otonomi Khusus; menjaga stabilitas politik dan keamanan; serta mendorong percepatan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Papua/Papua Barat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Red/Ben