Putraindonews.com – Jakarta | Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menilai pemberlakuan aturan OJK terkait penurunan besaran bunga pinjaman fintech peer-to-peer lending (P2P Lending) atau pinjaman online serta pembatasan platform pinjaman dapat mengurangi risiko gagal bayar oleh nasabah.
Beleid tersebut tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang dikeluarkan pada 10 November 2023 dan mulai diterapkan per 1 Januari 2024.
“Penguatan aturan ini dapat membantu mengurangi risiko over-leverage bagi calon borrower yang cenderung meminjam dari banyak platform fintech secara bersamaan, dan dapat membatasi jumlah pinjaman yang dapat diakses oleh individu, sehingga mengurangi risiko gagal bayar dan kelebihan utang,” kata Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar di Jakarta, Kamis (11/1/24).
Dalam SEOJK tersebut, mulai 1 Januari 2024 suku bunga pinjaman online (Pinjol) untuk sektor konsumtif resmi turun dari 0,4 persen per hari menjadi 0,3 persen per hari. Kemudian secara bertahap hingga 2026, suku bunga pinjol masih akan turun menjadi 0,2 persen per hari pada 2025 dan 0,1 persen per hari pada 2026.
Sementara itu, pinjaman untuk sektor produktif, suku bunga juga turun 0,1 persen per hari, kemudian pada 2026 turun menjadi 0,067 persen.
Selain itu, aturan baru OJK juga membatasi peminjam hanya boleh meminjam maksimal dari tiga platform dalam waktu bersamaan. Menurut Entjik, pembatasan tersebut dapat meningkatkan kualitas pinjaman karena pelaku usaha P2P Lending lebih dimungkinkan untuk menarik peminjam yang lebih bertanggung jawab dan berkualitas. “Calon borrower harus lebih selektif dalam memilih platform untuk meminjam,” ujarnya. Red/HS