Putraindonews.com, Tangerang Selatan – Laporan Keuangan Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) Tahun Anggaran 2024 menimbulkan beragam pertanyaan publik. Mantan penyanyi cilik Leony Vitria Hartanti menyoroti sejumlah pos anggaran yang dinilai terlalu besar dan tidak proporsional, memicu diskusi luas tentang alokasi dana daerah.
Sejak laporan keuangan Pemkot Tangsel 2024 diaudit dan dipublikasikan, warga kian kritis menilai bagaimana uang rakyat dialokasikan. Sorotan tajam datang dari Leony Vitria Hartanti melalui unggahan di akun Instagram @leonyvh. Ia menyoroti program penunjang urusan pemerintah daerah yang menelan dana Rp 2 triliun, jumlah yang dianggap melampaui kebutuhan nyata warga.
Selain itu, pos gaji dan tunjangan ASN, DPRD, serta pegawai BLUD tercatat Rp 1,26 triliun. Menurut Leony, angka ini menunjukkan ketidakseimbangan antara pengeluaran administrasi dan pelayanan publik yang langsung dirasakan masyarakat.
Belanja alat tulis kantor (ATK) pun menjadi perhatian. Tahun 2024, anggarannya mencapai Rp 38 miliar, naik dari Rp 36,88 miliar pada 2023. “Untuk kertas dan cover kegiatan kantor saja sampai Rp 6,75 miliar, padahal tahun lalu Rp 6,54 miliar,” tulis Leony, menyoroti kenaikan yang tampak kecil namun tetap signifikan bagi pos pengeluaran administrasi.
Lonjakan anggaran cendera mata juga menjadi sorotan. Dari Rp 13,48 miliar pada 2023, kini mencapai Rp 20,48 miliar. Biaya makan dan minum rapat tercatat Rp 60,28 miliar, naik tajam dibanding Rp 50 miliar sebelumnya. Angka-angka ini memunculkan pertanyaan: apakah semua pos tersebut benar-benar mendukung kepentingan publik atau sekadar memenuhi kebutuhan birokrasi?
Dari kacamata publik, peran DPRD Tangsel menjadi penting. Lembaga legislatif ini memiliki fungsi pengawasan dan persetujuan APBD, termasuk memastikan alokasi anggaran seimbang antara administrasi dan layanan publik. Warga berharap DPRD menegaskan apakah alokasi anggaran tersebut sesuai kebutuhan riil masyarakat. Selain itu, Inspektorat dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berperan menilai laporan keuangan secara resmi. Publik menunggu penjelasan dari instansi ini terkait urgensi tiap pos anggaran, sehingga angka-angka fantastis tidak hanya menjadi statistik formal.
Kritik publik semacam ini menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menilai transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. Warga kini tidak hanya menerima angka di laporan resmi, tetapi mempertanyakan urgensi tiap rupiah dan menuntut peran aktif pihak terkait dalam memastikan setiap dana digunakan secara tepat.
Fenomena ini sekaligus menjadi panggilan bagi Pemkot Tangsel, DPRD, dan instansi pengawas untuk lebih terbuka menjelaskan manfaat tiap pos anggaran. Tanpa klarifikasi, angka-angka fantastis tersebut berisiko menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat.
Pertanyaan tentang proporsionalitas anggaran Tangsel 2024 belum sepenuhnya terjawab. Publik menuntut transparansi dan akuntabilitas yang jelas, sementara pemerintah, DPRD, dan instansi pengawas ditantang membuktikan bahwa setiap rupiah benar-benar memberi manfaat nyata bagi warga. Kritik yang muncul menjadi pengingat penting: pengelolaan keuangan daerah harus sejalan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat. Red/TK