Putraindonews.com,Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengaku tidak mempersoalkan skema blending (proses pencampuran) bahan bakar minyak (BBM) selama spesifikasi atau kualitas bahan bakar diproduksi sesuai standar.
“Boleh (blending) sebenarnya, selama kualitasnya, speknya (spesifikasinya) sama,” ucap Bahlil ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (26/2).
Pernyataan tersebut merespons kekhawatiran masyarakat terkait beredarnya Pertalite (RON 90) yang dioplos menjadi Pertamax (RON 92). Kegiatan blending biasa terjadi di refinery atau kilang minyak untuk mengubah spek bahan bakar minyak (BBM) agar sesuai dengan standar.
Perbuatan keliru oleh Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga adalah melakukan pembelian (pembayaran) untuk RON 92, padahal sebenarnya hanya membeli RON 90 atau lebih rendah.
Riva kini telah menjadi tersangka di Kejaksaan Agung terkait kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.
Kasus tersebut diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sangat besar, yakni Rp193,7 triliun.
Terkait dengan pembelian RON 90 dan RON 92, Bahlil menyampaikan pentingnya perbaikan penataan terhadap izin-izin impor BBM.
Kementerian ESDM kini telah membenahinya dengan memberi izin untuk 6 bulan, bukan satu tahun sekaligus.
“Makanya sekarang, izin-izin impor kami terhadap BBM tidak satu tahun sekaligus. Kami buat per enam bulan, supaya ada evaluasi,” ucap dia.
Selain itu, kata Bahlil produksi minyak yang tadinya diekspor tidak akan lagi diizinkan untuk mengekspor agar diolah di dalam negeri.
“Nanti yang bagus, kami suruh blending. Nanti yang tadinya itu nggak bisa diolah di dalam negeri, sekarang kami minta harus diolah di dalam negeri,” ucap Bahlil. Red/HS