Putraindonews.com, Blitar – Seiring dengan dinamikanya Bayu Setyo Kuncoro dari panggung legislatif beranjak menekuni menjamah dunia pertanian, Dia memilih bercocok tanam dengan memanfaatkan sejengkal tanah guna budidaya melon sistem hydroponik.
Bayu yang juga aktif menjabat sebagai sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Blitar, buah usaha menjadi petani melon sempat menyita perhatian sejumlah biksu di kebun hidroponik Giovinco Farm miliknya di Kelurahan Gedog, Kecamatan Sananwetan.
Ditengah hingar bingar perpolitikan di kota Blitar, semangat nan tak kunjung padam kini Bayu Setyo Kuncoro beranjak menapaki jalan hidup barunya sebagai petani melon yang menebar berjuta harapan.
“Sebelum purna tugas dari DPRD saya sudah menekuni menanam melon, dan kesempatan berharga ini saya tinggal melanjutkan untuk fokus berkebun mas,” tuturnya penuh canda.
Perjalanan Bayu menuju dunia pertanian bukanlah sesuatu yang ia rencanakan sejak awal, kegigihan memang ditanamkan dari sosok ayah yang sebagai prajurit Sapta Marga, disiplin ulet dan tanggon ing palagan. Selain dipanggung politik memang bertani melon sudah di gelutinya, disiplin adalah kunci kesuksesan yang diwariskan sang ayah dari dunia militer.
“Waktu itu saya sempat kecewa, pasti. Tapi setelah saya renungkan, mungkin ini saatnya saya kembali ke akar kembali ke sesuatu yang lebih nyata, lebih membumi,” tutur Bayu, Minggu (2/11/25).
Kegagalan semenjak pencalonan dirinya di bursa Pilkada Kota Blitar, tak memupuskan harapan untuk tetap gigih menggapai harapan di dunia baru. Keputusan Bayu untuk menjadi petani bukan tanpa tantangan. Ia harus belajar dari awal tentang cara menanam, merawat tanaman, hingga mengatur sistem hidroponik yang masih awam baginya.
Dengan semangat dan keyakinan kuat Bayu mengubah sebidang lahan di kawasan Ngrebo mulai menanam 1.000 batang melon menggunakan sistem pertanian jenis melon varietas premium: Honey Globe, Intanon, Fuji Sawa, dan Sweet Lavender yang terdikenal memiliki rasa manis legit, aroma lembut, dan sangat menarik.
“Kalau mau bersaing, harus punya nilai lebih. Saya ingin buah yang saya tanam punya kualitas unggul dan bisa diterima pasar premium,” tutur bayu penuh semangat.
Sistem hidroponik yang digunakan Bayu membutuhkan ketelitian tinggi. Ia harus menjaga kelembapan, sirkulasi udara, suhu, dan pencahayaan di dalam green house agar tanaman tumbuh optimal.
Semua itu Ia harus menyiapkan dana sekitar 6 hingga 8 juta rupiah untuk satu kali masa tanam. Uang itu digunakan untuk membeli bibit, pupuk, membayar karyawan, dan biaya listrik. Namun Bayu tidak pernah mengeluh.
“Kalau dulu saya rapat sampai malam, sekarang saya ngurus tanaman sampai malam. Bedanya, di sini hasilnya bisa langsung saya rasakan. Setiap buah yang tumbuh itu seperti anak sendiri,” ujarnya sambil tersenyum.
Saat panen tiba, kebahagiaan Bayu kian lengkap. Rata-rata satu buah melon miliknya memiliki bobot antara 1,5 hingga 2 kilogram, dan dijual seharga Rp 25 ribu per kilogram. Tak disangka, pasar menyambutnya dengan antusias.
Melonnya kini dikirim ke berbagai kota besar seperti Jakarta, Sukabumi, Banyumas, hingga Semarang.
Melihat respon masyarakat yang positif, Bayu kemudian punya ide lain. Ia membuka lahannya untuk umum, menjadikannya wisata petik melon hidroponik. Konsepnya sederhana tapi menarik: pengunjung bisa datang, belajar tentang hidroponik, lalu memetik sendiri buah melon yang siap panen.
“Biar masyarakat juga tahu bahwa bertani itu bisa menyenangkan dan menguntungkan. Saya ingin anak muda juga melihat pertanian sebagai masa depan, bukan masa lalu,” katanya penuh semangat.
Bayu masih ingat jelas bagaimana raut wajah para biksu itu terlihat senang saat memetik buah melon pertama mereka.
“Mereka bilang, tempat ini menenangkan. Bahkan mereka memborong buah melon sampai enam ratus ribu rupiah. Bagi saya itu bukan soal uangnya, tapi penghargaan atas kerja keras, politik memberi Pengalaman, pertanian banyak memberi Kedamaian ayem tentrem,”imbuhnya
Bagi Bayu ada kesamaan yang tak boleh dihiraukan keduanya sama-sama butuh ketekunan, strategi, dan kerja sama. Bedanya, di politik ia belajar tentang manusia, sedangkan di pertanian ia belajar tentang alam.
“Kalau di politik, kita berjuang untuk suara rakyat. Di pertanian, kita berjuang untuk kehidupan. Dua-duanya penting. Tapi sekarang saya merasa lebih damai,” ujarnya lirih.
Kini, setiap pagi Bayu memulai hari dengan memeriksa kondisi tanaman, mengecek kadar air, hingga menakar pupuk cair. Ia tak lagi dikejar rapat partai atau agenda kampanye, tapi dituntun oleh ritme alam yang lembut menanam, merawat, dan menuai.
Ia membuktikan bahwa keberhasilan tak selalu harus diraih di atas panggung, melainkan bisa tumbuh pelan-pelan dari dalam tanah, di antara daun-daun hijau, di bawah sinar matahari yang hangat.
Kini, setiap buah melon yang ia panen bukan sekadar hasil pertanian, tapi simbol dari ketekunan, kebangkitan, dan harapan. Dari seorang politisi yang sempat jatuh, Bayu berubah menjadi petani sukses yang menebar inspirasi.
“Kadang Tuhan menutup satu jalan supaya kita menemukan jalan lain yang lebih baik,” katanya sambil menatap deretan melon yang siap panen.
“Dan bagi saya, jalan itu adalah pertanian, dari tanah, selalu ada kehidupan. Dari kegagalan, selalu bisa tumbuh harapan,” imbuh dia. Redaksi : rif