Putraindonews.com, Jakarta – Nasib proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB), Whoosh semakin suram. Pasalnya, beban utang yang membengkak hingga USD7,2 miliar atau setara dengan Rp116 triliun.
Diketahui, sekitar 75 peresb dari utang pembangunan kereta tersebut berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB) dengan bunga antara 3,5 dan 4 persen per tahun.
Dengan begitu, konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), yang memiliki mayoritas saham PT KAI, harus membayar bunga sekitar Rp2 triliun setiap tahun.
Selain itu, laporan keuangan PT KCIC menunjukkan kerugian yang terus berlanjut. Meskipun penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, kerugian pada semester pertama tahun 2025 masih menyentuh angka Rp1,6 triliun, yang jelas merugikan pemilik mayoritas PT KAI.
Pengamat BUMN, Toto Pranoto, dikutip dari rctiplus, mengatakan hal itu bergantung pada penjualan tiket penumpang jelas bukan solusi. Saat ini, okupansi harian Whoosh bahkan belum mencapai target rata-rata enam puluh persen.
Dalam situasi seperti ini, menurutnya hampir tidak mungkin pendapatan dari tiket dapat menutup kewajiban pembayaran bunga hingga pokok utang.
“Jadi tidak mungkin juga pendapatan Whoosh dalam setahun itu bisa menutup itu. Sehingga memang di luar jangkauan PT KAI sebagai lead konsorsium,” kata Toto.
Dengan mempertimbangkan kondisi ini, Toto mendukung tindakan yang diambil oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang sedang mengerjakan rencana untuk menyelamatkan utang KCJB. Red/HS