Berbeda Dengan Jombang, Pelaku Kekerasan Seksual di Malang Sudah Proses Sidang Tak Kunjung Ditahan?

***

Putraindonews.com – Jakarta | Setelah pelaku kekerasan seksual di Jombang berhasil ditahan setelah butuh waktu lebih dua tahun, masih di provinsi yang sama, Jawa Timur, masih ada terduga pelaku kekerasan seksual di lembaga pendidikan lainnya yang belum ditahan dan masih berkeliaran.

JE, pemilik Yayasan Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) Batu, Malang, didakwa melakukan kekerasan seksual terhadap SDS, 22, dan JH, 21, keduanya siswi Sekolah SPI. Proses hukum terhadap JE bahkan sudah memasuki tahap persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka dan kini menyandang predikat terdakwa, hingga saat ini JE sama sekali belum ditahan.

Wakil Ketua LPSK Antonius PS Wibowo menuturkan, pihaknya berharap pelaku dapat dihukum maksimal, seperti pada kasus kekerasan seksual di Garut. Apalagi, salah satu korban JE, pada saat kejadian masih berusia anak. “Pelaku (JE) adalah tenaga pendidik atau orang yang diberi posisi sebagai pengasuh. Jadi, pantas diberi pemberatan hukuman,” tegas Antonius, Jumat (8/7-2022).

BACA JUGA :   Menko Polhukam : Tujuan Kami ke Papua Barat Bukan Mengawasi Tapi Menyalami

Tidak itu saja, lanjut Antonius, korban juga berhak mengajukan ha katas restitusi. LPSK sudah melakukan perhitungan atas kerugian yang diderita korban atas tindak pidana yang dideritanya. “Restitusi diajukan sekurar Rp60 juta berdasarkan perhitungan LPSK. Semoga tuntutan restitusi itu dapat dikabulkan majelis hakim,” imbuh Antonius.

Antonius juga berharap majelis hakim yang menyidangkan perkara kekerasan seksual di Sekolah SPI dengan terdakwa JE, dapat memerintahkan pihak terkait untuk mencabut izin sekolah tersebut dengan tetap menjamin keberlangsungan Pendidikan para siswa di sekolah tersebut. “Pada perkara Garut dengan terpidana Hery Wirawan, izin sekolah dicabut, begitu pula perkara Jombang, Kemenag juga mencabut izin penyelenggaraan pendidikan,” ungkap dia.

Dalam perkara kekerasan seksual di Sekolah SPI, Antonius menuturkan kasus kekerasan seksual ini berlatar belakang relasi kuasa, mengingat pelaku merupakan pemilik yayasan. Modus pelaku dengan melakukan rekrutmen tenaga kerja dalam bidang IT dan EO (Event Organizer), dengan mencari calon pelamar dari para siswa/siswi sekolah Selamat Pagi Indonesia. Mereka kemudian dibawa pelaku melakukan serangkaian tour pekerjaan di beberapa wilayah di Indonesia.

BACA JUGA :   KAPOLRI PERTAMA Akan Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional

Masih menurut Antonius, pelaku memanfaatkan kepercayaan korban dan kekuasaannya atas korban untuk melakukan perkosaan dan pencabulan. Saat ini, terdakwa JE tidak juga ditahan sehingga dikhawatirkan dapat memanfaatkan ”kekuatannya” melakukan serangkaian intimidasi ke korban. “Pihak-pihak yang coba menghalangi proses hukum terhadap pelaku kekerasan seksual dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS),” katanya.

Sejak awal diperiksa dan ditetapkan tersangka, JW tidak ditahan. Begitu pula saat berkas perkaranya sudah P21, senada dengan pihak kepolisian, dari kejaksaan juga tidak melakukan penahanan. Upaya permintaan penahanan terhadap pelaku baru diajukan penuntut umum setelah proses hukum memasuki tahapan persidangan. Penuntut umum mengajukan permintaan penahanan terhadap pelaku, namun tidak dikabulkan hakim. “Kita mendeteksi adanya upaya intimidasi dari orang-orang suruhan terhadap korban,” pungkas Antonius. Red/Ben

***

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!