PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA | Kondisi pandemi Covid-19 di Indonesia yang semakin buruk tiap harinya, menyebabkan mereka yang berada di garis depan melawan pandemi kewalahan. “Para tenaga kesehatan setiap hari harus mengurus pasien yang terus menerus datang.
Relawan yang gak punya SK dan gak dapat upah, terus membangun shelter dan rumah sakit darurat. Tapi persebaran virus lebih cepat daripada membangun keduanya. Tukang gali kubur tiap hari harus buka lubang baru untuk ratusan jenazah Covid-19!†kata Alissa Wahid, perwakilan dari Jaringan Gusdurian.
Alissa juga menceritakan bagaimana di Daerah Istimewa Yogyakarta, ia masih melihat dan mendengar cerita soal protokol kesehatan yang ditegakkan setengah-setengah. “Tempat hangout, kafe-kafe itu masih ramai, loh. Padahal kan, sedang ada varian virus yang penyebarannya lebih cepat,†kata Alissa.
Menurutnya, salah satu alasan masyarakat, terutama mereka yang ada di garis depan, akhirnya kewalahan adalah kebijakan pemerintah yang tidak mengutamakan sense of crisis dan sense of urgency.
Bahkan, ia menyebutkan bahwa masyarakat sudah tidak mampu lagi menopang kebijakan-kebijakan pemerintah. “Mereka yang berada di garis depan: para nakes, relawan dan bahkan penggali kubur sudah gak sanggup lagi menambal kebijakan pemerintah yang bolong-bolong,†kata Alissa.
Bersama Jaringan Gusdurian dan SONJO Yogyakarta, Alissa pun berusaha menggalang dukungan dari masyarakat melalui sebuah petisi daring di laman Change.org.
Dalam petisinya tersebut, ia meminta agar pemerintah bertanggung jawab dan mengambil sikap kepemimpinan yang berlandaskan urgensi serta rasa krisis dalam menangani pandemi.
“Saya yakin, penanganan pandemi bisa berubah kalau pemerintah, baik pusat maupun daerah, dan DPR menyingkirkan sejenak kepentingan politik jangka pendek dan lebih fokus pada penyelamatan kemanusiaan dan nasib bangsa,†tulisnya di petisi.
Kurang dari satu hari setelah dirilis, petisi Alissa telah didukung lebih dari 900 orang yang berasal dari berbagai latar belakang kota di Indonesia.
Salah seorang pendukung petisi, Henny Supolo menuliskan, ia mendukung petisi karena merasa penanganan pandemi masih terlihat kurang terpadu dan terasa masih mengutamakan ego sektoral.
“Waktu kita tidak banyak. Tiap hari, insan bangsa Indonesia berguguran karena kurangnya manajemen krisis yang layak dari para pemimpin baik pusat maupun daerah.
Walaupun Presiden sudah menetapkan PPKM, kita butuh implementasi yang benar-benar konsisten: sigap, tegap, lugas. Ini bukan permainan politik belaka, ini adalah hidup/mati seorang ayah, ibu, anak, saudara, kakek ataupun nenek tiap rakyat Indonesia,†tutup Alissa. Red/Ben