Putraindonews.com – Sulsel | Sebuah acara diskusi tentang gerakan literasi yang digagas oleh Ma’REFAT INSTITUTE, pada hari Ahad 24 September 2023 di Makassar, tersaji begitu menarik dan apik. Diawali penuturan singkat ketiga pemantik seputar pengalamannya bergelut dengan dunia perbukuan dan literasi.
Selepas kuliah saya menjalankan aktivitas berdagang buku, meski tidak menjanjikan. Tapi itu saya lakukan secara sadar, karena dengan membuka toko buku saya bisa menyalurkan tiga hal, yaitu; hobby, menjaga idealisme dan sekaligus mencari nafkah. Ketiga hal inilah yang kemudian saya berusaha jaga. Ucap salah satu pemantik yang juga salah satu pegiat literasi Sulawesi Selatan yakni Sulhan Yusuf.
Dalam acara ini, hadir pula Muhammad Ilham selaku Pendiri Rumah Baca Philosophia dan Hasbullah selaku Owner Dialektika Book Shop. Ketiga pemantik tersebut tampil dalam acara Ma’REFAT INFORMAL MEETING (REFORMING#5) yang bertemakan “Gerakan Literasi sebagai Poros Perubahan Sosial dan Pembentukan Kapasitas SDM”.
Berbagai pengalaman dan pandangan menarik diungkapkan oleh ketiga pemantik ketika ditanya oleh pemandu acara terkait suka duka ketika bergelut dalam dunia literasi. Dimulai oleh Muhammad Ilham yang bercerita mengenai Rumah baca Philosophia yang terbentuk dari kesepakatan bahwa kehadiran Rumah Baca ini sangat vital dalam berkontribusi secara nyata dalam dunia literasi. Rumah Baca ini murni bergerak dalam ranah sosial. Sehingga ini juga yang kemudian membuat perjuangan Rumah baca dirasakan cukup berat.
Cerita lain hadir saat kesempatan berbicara diberikan pada Owner Dialektika Book Shop. Kata beliau, dengan membuka Toko Buku menjadikan pintu relasi dengan banyak mengenal orang-orang yang menyukai buku. Secara pribadi, Hasbullah juga dalam hal ini menuturkan bawah toko buku ini seperti sebuah terapi untuk dirinya.
Lalu, pertanyaan utamanya, Betulkah gerakan literasi sebagai poros perubahan sosial dan betulkah gerakan literasi berpengaruh pada pembentukan kapasitas SDM ?
Muhammad Ilham menyampaikan bawah literasi saat ini bukan hanya sekadar baca dan tulis. Literasi, bagi beliau, adalah proses membatinkan informasi atau pengetahuan. Ini seperti sebagai sebuah kontemplasi, katanya. Selanjutnya, Ia menyinggung bagaimana peran pemerintah sangat signifikan juga untuk memajukan literasi. Olehnya itu, perlu ada kerjasama yang baik antara pemerintah dengan rumah baca atau komunitas-komunitas baca yang ada.
Giliran berikutnya, Sulhan Yusuf menegaskan bahwa dirinya termasuk yang meyakini gerakan literasi berperan penting sebagai poros perubahan sosial. Karenanya, membangun sinergi dengan pemerintah adalah langkah yang sebaiknya ditempuh sebagai upaya menghidupkan gerakan literasi secara struktural dan tentu saja tidak lupa untuk terus mengawal gerakan literasi secara kultural dengan komunitas-komunitas literasi.
Dalam sesi interaktif, salah seorang peserta berpandangan terkait perkembangan dan tantangan literasi di zaman sekarang. Di mana anak dalam menggunakan gadget, media sosial dan e-book, secara tak langsung mengurangi minat dalam menggali informasi atau membaca buku secara fisik. Pandangan peserta lainnya, menyampaikan bahwa bagaimana saat ini anak-anak mau membaca buku, sementara tidak ada orang terdekatnya atau dalam hal ini keluarganya yang memberikan contoh dalam membaca buku. Pada sesi interaktif ini, Sulhan menjawab dan merespon dengan menganalogikan bahwa membaca buku fisik itu, perasaannya sangat jauh berbeda dengan membaca lewat gadget atau gawai. Membaca buku kita dapat bersentuhan langsung dengan buku yang dibaca. Sementara lewat HP, rasanya tidak memberikan kesan begitu berarti, karena ada yang menjadi perantara. Lalu, untuk menumbuhkan minat baca pada anak-anak, maka orang tua harus berperan aktif dalam menjadikan dirinya sebagai contoh praktis bagi anaknya dalam gerakan literasi.
Diskusi akhir pekan ini dipandu oleh Arifin selaku Koordinator Divisi Program dan Pengkajian Ma’REFAT Institute Sulawesi Selatan, serta dihadiri oleh peserta dengan berbagai latar belakang, baik dari mahasiswa, akademisi, komunitas/pegiat literasi hingga kalangan swasta. Dan di penghujung kegiatan, kedua pegiat literasi, Sulhan Yusuf sebagai Pendiri Boetta Ilmu Bantaeng dan Mohammad Muttaqin Azikin selaku Direktur Eksekutif Ma’REFAT INSTITUTE yang juga Pengurus Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA Sulawesi Selatan, saling bertukar dan berwakaf buku untuk lembaga masing-masing. Red/RT