***
Putraindonews.com – Jakarta | Kejaksaan Negeri Bengkalis membuat sejarah baru dan sangat humanis dengan upaya mengajukan restorative justice dalam tindak pidana Narkotika terhadap 2 (dua) orang tahanan anak yaitu Tersangka MA als R bin A (17 tahun) dan Tersangka K als K bin E (16 tahun) yang disangka melanggar Pasal 112 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 jo. Pasal 132 UU RI Nomor 35 Tahun 2009 atau Pasal 127 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Hal tersebut disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Dr. Ketut Sumedana dalam siaran persnya yang diterima redaksi, kamis 4/8/22.
Bahwa kebijakan restorative justice dalam tindak pidana Narkotika merupakan arahan dan perintah Jaksa Agung yang tertuang dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Hal ini diterapkan oleh Kejaksaan dengan menggunakan kewenangan Jaksa selaku dominus litis serta mempertimbangkan Pasal 139 KUHAP. Dalam ekspose yang digelar beberapa waktu lalu dengan dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Darmawel Aswar, S.H., M.H., Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H., M.H. Kepala Kejaksaan Tinggi Riau dan Kepala Kejaksaan Negeri Bengkalis melalui zoom meeting, permohonan Kejaksaan Negeri Bengkalis dapat disetujui dengan pertimbangan persyaratan untuk dilakukannya restorative justice dalam tindak pidana Narkotika telah terpenuhi apalagi Tersangka masuk dalam kategori anak-anak dan masih bersekolah. Di samping itu, syarat utama berupa rekomendasi Tim Asesmen Terpadu (TAT) juga mengisyaratkan bahwa kedua anak tersebut dapat direhabilitasi.
Hal yang menarik dari proses restorative justice dalam tindak pidana Narkotika adalah perkara tersebut tidak perlu dilimpahkan ke pengadilan negeri. Maka dengan begitu, kedua anak tersebut akan segera dilakukan rehabilitasi dan juga bila dipertimbangkan dari sisi anggaran yang digunakan, terjadi penghematan anggaran sebab yang awalnya proses peradilan dari penuntutan lalu diteruskan ke pengadilan, upaya hukum, eksekusi dan biaya napi dalam lembaga pemasyarakatan (lapas), dan hal tersebut tidak akan terjadi karena dengan restorative justice dalam tindak pidana Narkotika, prosesnya hanya sampai tahap penuntutan saja.
Selain itu, mengingat dan memperhatikan latar belakang orang tua kedua anak yang secara ekonomis juga kurang baik sehingga rehabilitasi kedua anak tersebut ditempatkan di Loka Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional Batam Kepulauan Riau dan proses rehabilitasi gratis karena ditanggung oleh Pemerintah. Selain pengajuan restorative justice dalam tindak pidana Narkotika dari Kejaksaan Negeri Bengkalis, juga akan disusul pengajuan dari Kejaksaan Negeri yang lainnya. Red/Ben
***