PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA | Indonesia  Keamanan internasional masih menjadi salah satu masalah utama dunia yang membutuhkan penanganan serius. Dari waktu ke waktu permasalahan keamanan internasional menjadi lebih kompleks dan multidimensional. Di masa lalu, keamanan biasanya dipersepsikan hanya pada ancaman yang bersifat militer. Setelah berakhirnya perang dingin, muncul perluasan konsep, dari yang semula hanya fokus pada konflik bersenjata (atau yang dikenal dengan konsepsi “keamanan tradisionalâ€) menjadi konsep keamanan yang melihat berbagai aspek yang lebih luas, atau yang dikenal dengan “keamanan non-tradisional.â€
Isu-isu keamanan tradisional, seperti perang konvensional, perang nuklir, sengketa perbatasan dan sebagainya masih menjadi isu utama dalam pembahasan keamanan internasional. Namun demikian, isu-isu keamanan non-tradisional tumbuh pesat dan menjadi perhatian berbagai pihak. Fokus keamanan non-tradisional yang menjadi fokus adalah “keamanan manusia†atau human security, yang penanganannya perlu melibatkan berbagai aktor dari berbagai dimensi.
Hal itulah yang dibahas dalam Diskusi Mid-Term Report “Suggested Indonesia’s Position and Strategy on Non-Traditional Security Issues Discussed in the UN Security Council,†yang diadakan oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Multilateral Kementerian Luar Negeri pada 23 April 2018 di Jakarta. Diskusi ini membahas Mid-Term Report yang dipersiapkan oleh Parahyangan Centre for International Studies (PACIS) Universitas Katolik Parhyangan.
Dr. Siswo Pramono, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kemlu, dalam sambutannya menjelaskan bahwa isu keamanan non-tradisional telah dibahas luas dalam berbagai forum internasional, termasuk Dewan Keamanan Perhimpunan Bangsa-bangsa (DK PBB). Ban Ki Moon, yang menjabat sebagai Sekjen PBB tahun 2007-2016, dalam pidatonya pada tahun 2011 meminta DK PBB untuk membahas pula isu-isu seperti perubahan iklim, pandemik penyakit, dan kejahatan lintas batas, yang memiliki dampak besar terhadap keamanan. Isu-isu keamanan non-tradisional akan berpotensi untuk dibahas kembali di berbagai pertemuan DK PBB, sehingga perlu menjadi perhatian Indonesia, yang saat ini tengah mencalonkan diri sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2019-2020.
Dalam diskusi, tim PACIS mendapat masukan dan saran berharga dari para pembahas yang terdiri dari Bapak Febrian Alphyanto Ruddyard (Dirjen Kerja Sama Multilateral), Dr. Makarim Wibisono (Dubes RI untuk PBB di Jenewa periode 2004-2007) dan Dr. Ali Abdullah Wibisono (pengajar Universitas Indonesia).
Tim PACIS akan menyelesaikan laporan akhir pada bulan Juli 2018 dan diharapkan dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang feasible, realistik, dan actionable bagi Kementerian Luar, jika Indonesia terpilih sebagai anggota tidak tetap DK PBB periode 2019-2020. (**)