ISI Surakarta dan LSF Gelar FGD tentang Penggolongan Usia Penonton Film di Makassar

.com, Sulsel – Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman diusulkan untuk direvisi. Sebab, dinilai tidak bisa lagi mengakomodasi perkembangan praktik perfilman melalui platform digital.

Usulan revisi UU Perfilman termasuk reformulasi penggolongan usia penonton film itu mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) dengan judul “Kajian Persepsi Masyarakat terhadap Penggolongan Usia Penonton Film pada Platform Digital di Tahun 2025″.

FGD ini diadakan oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta bekerjasama dengan Lembaga Sensor Film (LSF) di Rumata’ Artspace, Jalan Bontonompo Nomor 12A, Gunung Sari, Kecamatan Tamalate, Kota , Senin, 1 September 2025.

FGD untuk menjaring data responden di 12 kota di Indonesia ini dipimpin Ketua Tim peneliti, Sri Wastiwi Setiawati, dengan anggota Ahmad Fajar Ariyanto, Partita Rara Raina, Endang Purwasari, St Andre Triadiputa, dan Titus Soepono Adji.

Selain Makassar, FGD juga diadakan di Yogyakarta, , Denpasar, Medan, dan Jayapura. Pilihan 6 wilayah itu untuk menjangkau keragaman geografis, , dan tingkat literasi media.

Kota-kota ini juga memiliki penetrasi internet yang tinggi, menurut Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024.

Peserta FGD terdiri dari Dr Asniar Khumas, S., M.Si dosen psikologi Universitas Negeri Makassar (UNM). Rusdin Tompo, pengamat media dan pegiat literasi, Andi Muh Sadly, mewakili orang tua, Hamra Basrah, unsur guru, dan Muhammad Haediqal Kahar, sebagai filmaker.

Peserta FGD merupakan orang-orang yang familiar dengan media digital, termasuk konten film dan sistem penggolongan usia.

BACA JUGA :   Fraksi PKB MPR RI Minta Pemerintah Bijak Menanggapi Pengibaran Kain Bergambar One Piece

Berdasarkan UU Perfilman, klasifikasi penggolongan usia penonton meliputi Semua Umur (SU), 13 tahun ke atas (13+), 17 tahun ke atas (17+), dan 21 tahun ke atas (21+). Biasanya orang mengelompokkannya menjadi film semua umur, anak, remaja, dan film dewasa.

Peserta FGD sepakat bahwa pengetatan untuk penggolongan usia penting dilakukan untuk melindungi anak-anak dan remaja dari konten negatif. Apalagi ada nilai-nilai moral, sosial budaya, dan agama yang tidak selalu sejalan dengan film-film produksi luar negeri.

Mereka juga mengungkapkan pentingnya edukasi dan literasi film kepada orangtua, remaja, dan anak-anak. Selain itu, pelibatan pemangku kepentingan perlu pula dilakukan, sebagai bagian dari ekosistem perfilman.

Tim peneliti menjelaskan bahwa penelitian ini menggunakan pendekatan mixed methods, yaitu kombinasi antara pendekatan kuantitatif melalui survei, dan kualitatif yang dilakukan melalui FGD maupun wawancara mendalam.

Supaya diperoleh pemahaman komprehensif mengenai persepsi masyarakat terhadap sistem penggolongan usia penonton film di Indonesia, khususnya dalam konteks distribusi digital melalui platform Over-the-Top ().

Tim peneliti menjelaskan, penelitan ini diadakan mengingat transformasi distribusi film ke platform digital, khususnya Over-The-Top (OTT), sudah mengubah pola konsumsi tontonan masyarakat yang kini bersifat privat, personal, dan tidak terikat waktu siar.

Sehingga distribusi digital film menghadirkan tantangan baru dalam hal penggolongan usia, terutama karena sifatnya yang on-demand dan dapat diakses lintas negara.

BACA JUGA :   Pemerintah Beri Peluang ASN, TNI, dan Polri Miliki Rumah DP 0%, Cicilan Pinjaman Sampai Pensiun

Dalam sistem distribusi tradisional, LSF memiliki peran yang jelas dalam memberikan penggolongan usia pada film sebelum tayang di bioskop atau televisi, sebagai alat untuk melindungi penonton dari konten yang tidak sesuai dengan usia penonton.

Namun, dengan hadirnya platform OTT, film dapat diakses kapan saja dan di mana saja tanpa batasan geografis. Dengan begitu kontrol yang selama ini dilakukan oleh LSF, diakui menjadi sulit diterapkan.

Melalui penelitian ini memungkinkan LSF untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai perubahan sosial, demografis, dan sikap masyarakat terhadap konten film yang terus berkembang.

Dengan data yang valid dan terkini, diharapkan LSF dapat menyesuaikan kategori usia berdasarkan perkembangan psikologis penonton, serta mempertimbangkan sensitivitas terhadap elemen-elemen tertentu, seperti kekerasan, pornografi, dan isu-isu budaya.

Penelitian ini juga berperan penting dalam memastikan bahwa sistem penggolongan usia tetap sesuai dengan dinamika sosial dan budaya yang sedang berlangsung.

Hal ini menjadi langkah penting dalam menjaga perlindungan penonton, khususnya kelompok usia muda,sekaligus mendukung kebebasan berkreasi dalam industri perfilman Indonesia.

Menurut tim peneliti, FGD ini diharapkan menjadi forum strategis untuk menghimpun informasi dan aspirasi masyarakat yang akan menjadi dasar bagi rekomendasi kebijakan terkait penggolongan usia penonton film di era digital.

Hasilnya akan menjadi bagian integral dari penelitian ini, sekaligus mendorong terciptanya sistem perlindungan penonton yang lebih efektif. Red/RT

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!