PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA | Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menekankan bahwa ketegasan pemimpin daerah menjadi tolak ukur ketangguhan masyarakat dalam menanggulangi bencana. Hal itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Penanganan Darurat, Bencana Banjir Bandang, Tanah Longsor dan Angin Puting Beliung yang diselenggarakan di ruang serbaguna Dr. Sutopo Purwo Nugroho, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (17/12).
Mengutip salah satu ungkapan filsafat latin “Salus Populi Suprema Lex”, mantan Komandan Jenderal Paspampers itu mengisyaratkan bahwa rakyat harus mendapatkan tempat dan perhatian yang utama, karena keselamatan rakyat menjadi hukum yang tertinggi. Lebih lanjut, masyarakat harus diutamakan dan diperhatikan karena berpotensi memiliki kerentanan tinggi.
“Rakyat harus mendapatkan perhatian yang utama,” tegas Doni.
Menyinggung masalah tren bencana yang terjadi sepanjang tahun 2019, Doni mengungkapkan bahwa 98% laporan yang dicatat BNPB adalah bencana hidrometeorologi yang mana dari prosentase tersebut sedikitnya ada 3.622 peristiwa.
Dalam kurun waktu tersebut, banjir dan longsor menjadi bencana yang serius mengingat besaran korban jiwa dan kerugian material dari dampak yang diakibatkan. Kendati demikian, angin puting beliung masih mendominasi sebagai bencana yang paling banyak terjadi di hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Melihat berbagai ancaman tersebut, Kepala BNPB mengingatkan agar pemerintah daerah dan seluruh komponen yang terkait segera melakukan upaya pencegahan dengan menyusuri sungai untuk memeriksa berbagai potensi yang dapat menjadi ancaman dan membahayakan masyarakat.
Selain itu, mantan Komandan Jenderal Kopassus itu juga menghimbau agar masyarakat tidak menyalahkan pohon saat puting beliung melanda. Doni mencontohkan langkah yang tepat untuk mengantisipasi ancaman puting beliung dengan cara memangkas ranting dan cabang yang dapat memberi beban pohon sehingga dapat dirobohkan angin.
“Jangan salahkan pohon kalau ada puting beliung. Manusia yang ada di sekitarnya lah yang harus melakukan upaya pencegahan dengan mengurangi beban pohon, pangkas ranting dan cabangnya, jangan tebang pohonnya,” kata Doni.
Potensi ancaman bencana yang diprediksi terjadi pada penghujung tahun 2019 hingga pertengahan 2020 akan lebih banyak diakibatkan oleh faktor cuaca yang diikuti oleh jenis bencana hidrometeorologi. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam hal ini meminta masyarakat agar meningkatkan kapasitas untuk menghadapi ancaman bencana banjir, longsor, gelombang tinggi pada bulan Desember, Januari dan Feburari. Pada kurun waktu bulan-bulan tersebut curah hujan diprediksi tinggi di sejumlah wilayah seperti Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Papua. Namun, BMKG mengatakan bahwa tiap-tiap daerah tidak semua akan mengalami hal yang sama dengan wilayah lain.
Memasuki bulan Maret, April dan Mei 2020, BMKG meminta masyarakat agar waspada dalam menghadapi potensi ancaman bencana seperti puting beliung dan hujan es, sebagai tanda dari masa peralihan musim atau pancaroba. Sedangkan untuk bulan Juni, Juli hingga Agustus sebagian besar wilayah Indonesia akan memasuki musim kemarau dengan ancaman bencana kekeringan hingga kebakaran hutan dan lahan.
PMT