PUTRAINDONEWS.COM
Jakarta | 16 Juli 2019. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (15/7) telah mengirimkan surat ke Ketua DPR RI untuk minta pertimbanan pemberian amnesti kepada Baiq Nuril, guru SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang Peninjauan Kembali (PK) kasus pelecehan seksualnya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA), sehingga harus menjalani hukuman 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta.
Dalam surat bernomor R-28/Press/07/2018 itu, Presiden menyampaikan, bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada Baiq Nuril menimbulkan simpati dan solidaritas di masyarakat, yang pada intinya berpendapat bahwa pemidanaan terhadap Baiq Nuril bertentangan dengan rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat.
“Perbuatan yang dilakukan yang bersangkutan dipandang semata-mata sebagai upaya memperjuangkan diri dalam melindungi kehormatan dan harkat martabatnya sebagai seorang perempuan dan seorang ibu,†tulis Presiden.
Mengingat sudah tidak ada lagi upaya hukum yang dapat dilakukan melalui proses peradilan, Presiden mengharapkan kesediaan DPR RI untuk memberikan pertimbangan atas rencana pemberian amnesti kepada Baiq Nuril Maknun sebagimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945.
Salinan Surat Presiden kepada Ketua DPR RI terkait permohonan pemberian pertimbangan amnesti kepada Baiq Nuril itu telah diunggah ke salah satu media sosial oleh seorang anggota DPR RI.
Sejak Awal Mendukung
Sementara itu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, Presiden Jokowi memiliki keinginan memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Ia menyatakan bahwa kasus Baiq Nuril adalah persoalan kemanusiaan yang perlu mendapatkan perhatian seluruh pihak.
“Apa yang saya terima hari ini dan saya yakin apa yang kita inginkan bersama mudah-mudahan bisa berjalan dengan baik,†kata Moeldoko saat menerima langsung Baiq Nuril di Bina Graha, Kantor Staf Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/7) pagi.
Sebelumnya Jaksa Agung Prasetyo telah memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTB untuk untuk menangguhkan eksekusi hukuman yang seharusnya dijalani Baiq Nuril terkait keputusan MA itu.
“Saya sudah perintah kepada Kajati NTB untuk jangan dulu berbicara soal eksekusi,†kata Prasetyo kepada wartawan usai menerima Baiq Nuril, di kantornya, Jumat (12/7).
Kejaksaan, menurut Prasetyo, tidak akan melakukan tindakan eksekusi secara terburu-buru meskipun proses hukum sudah final.
Ia menegaskan, Kejaksaan harus melihat kepentingan yang lebih besar lagi yakni pertimbangan kemanusiaan dan rasa keadilan yang muncul di tengah masyarakat. (**)