Putraindonews.com, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) memohon kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani agar membatalkan rencana kenaikan pajak PPN 12 persen pada Januari 2025 dan program pengampunan pajak atau tax amnesty.
“Untuk ketiga kalinya pemerintah Indonesia akan melaksanakan program pengampunan pajak bagi para pengemplang berdekatan dengan keputusan pemerintah lainnya untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai menjadi sebesar 12 persen di tahun depan,” ujar Ketua Umum DPP KNPI, Tantan Taufiq Lubis di Jakarta, Kamis (21/11).
Dirinya mengatakan pihaknya melihat ada akrobat Ketidakadilan dalam kebijakan Kebijakan tersebut.
“Meski tax amnesty dan kenaikan PPN ini dua hal yang berbeda, tapi keduanya sama sama terkait pajak yang melibatkan golongan masyarakat dengan strata pendapatan yang berbeda. Disini menjadi nampak perbedaan perlakuan terhadap para wajib pajak, rakyat kecil di tekan kenaikan pajak, sementara di sisi lain ada kelompok masyarakat kaya yang mendapat privilege pengampunan pajak,” katanya.
Sebelumnya Ketua Komisi XI Misbakhun mengatakan, Komisi XI mengambil inisiatif menjadi pengusul Revisi Undang Undang No.11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty pasca mendengar informasi dari Baleg DPR pada pertemuan dengan OJK yang menegaskan ada usulan mengenai Prolegnas Prioritas tahun 2025.
Menurut dia, Komisi XI dirasa lebih tepat menjadi pengusul karena memiliki pengalaman membahas mengenai pengampunan pajak dalam tax amnesty yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya.
“Masyarakat kelas menengah ke bawah kini sebetulnya tengah dalam masalah tekanan daya beli, akibat pendapatannya yang tak mampu mengimbangi kenaikan inflasi. Tercermin dari laju konsumsi rumah tangga yang bahkan sudah tiga kuartal tak lagi mampu tumbuh di atas lima persen membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lajunya makin pelan,” katanya.
Tantan yang juga Executive Board Ikatan Mahasiswa Doktoral Indonesia mengatakan PPN dikenakan terhadap seluruh transaksi barang dan jasa yang dilakukan masyarakat, baik itu kelas menengah ataupun masyarakat miskin.
“Maka, tak heran kini mulai marak di media sosial masyarakat yang menyatakan rakyat kecil dihantam PPN, orang kaya dapat pengampunan pajak.
Masalah ini menjadi semakin pelik jika isu ‘ketidakadilan’ tersebut dieskalasi dalam skala yang lebih besar. Bisa melahirkan gerakan pembangkangan sipil atas kebijakan pemerintah yang dirasakan memberatkan dan tidak adil,” katanya.
Dalam catatannya tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 53,08 persen, hanya mampu tumbuh 4,91 persen, lebih rendah dari laju pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,93 persen. Kuartal I-2024 pun hanya tumbuh 4,91 persen.
Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95 persen, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11 persen maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05 persen berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Red/HS