Putraindonews.com – Meski diakui sudah banyak perubahan yang dihasilkan DPR RI selama 79 tahun berdiri dalam mengawal demokrasi dan sistem perpolitikan di Tanah Air. Namun, ada empat masalah yang masih menyelimuti DPR RI sehingga membuat lembaga politik dan representasi perwakilan rakyat itu seolah menjadi bias.
Hal ini diungkap Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Mardani Ali Sera
dalam Dialektika Demokrasi bertema ‘HUT DPR RI ke-79: Legacy dan Harapan Wakil Rakyat’ di Ruang PPIP Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Mardani menilai sebagai lembaga politik, salah satu langkah penting untuk membangun citra kelembagaan yang positif adalah otokritik dan harus siap dikritik. Oleh karena itu, penting bagi DPR RI untuk menyelesaikan 4 masalah perpolitikan berkaitan dengan kelembagaan.
Pertama, proses rekrutmen Anggota DPR RI yang masih high cost. Karena politik masih berbiaya mahal untuk menjadi anggota DPR maka akhirnya melahirkan oligarki.
“Pada kondisi ini, politik harus ada biaya, yang akhirnya berujung ada interlocking, saling menguncinya. Kalau ini tidak dibongkar, kita makin tenggelam dalam middle income traderis karena institusi-institusi kita tidak tidak berjalan dengan baik,” ujarnya.
Kedua, politik yang Involutif. Dampak dari politik saling mengunci itu berbuah pada politik yang involutif. Yaitu politik yang cenderung mengulang-ulang, tidak ada perkembangan ke arah kemajuan.
“Akhirnya muter-muter di tempat tidak berpihak kepada rakyat,” katanya.
Persoalan politik di DPR RI yang ketiga, menyangkut ketajaman substansi. Diakui bahwa politik trendnya pada isu-isu yang berkembang di masyarakat. Ia mencontoh, bagaimana DPR RI bisa mengemas isu harga bahan bakar minyak (BBM) gratis buat rakyat, juga pendidikan gratis buat rakyat.
“Namun, acapkali politik yang seharusnya berpihak pada kepentingan rakyat itu diabaikan. Karena politik yang dijalankan hanya bersifat populis. Jadi perlu ada kebijakan yang substantif dan solutif. Jangan cuma kebijakan yang populis,” pesannya.
Keempat atau terakhir, menurut Anggota Komisi II DPR ini, yaitu pentingnya menyelesaikan masalah terkait kecepatan dalam bertindak. Berkaitan dengan itu, digitalisasi yang sudah berjalan harus benar-benar didorong sebagai ujung tombak, sehingga kualitas keputusan politik DPR RI bisa semakin efektif, efisien, dan produktif.
“Bahkan sifatnya progresif dan antisipatif,” tegas Mardani.
Di forum sama, Kepala Biro Pemberitaan Parlemen Indra Pahlevi, menekankan pentingnya peran birokrasi dalam menyampaikan kinerja DPR kepada publik.
“Tugas kami adalah bagaimana menyampaikan apa yang dilakukan oleh DPR kepada publik melalui jurnalisme positif,” ungkapnya seraya menyadari bahwa masyarakat masih kurang memahami peran DPR RI dalam tata negara, sehingga Biro Pemberitaan DPR RI berupaya membangun narasi yang mendekatkan DPR RI dengan rakyat.
Indra mengakui bahwa citra DPR RI di mata publik memang mengalami fluktuasi. Bahkan dari survei yang lakukan, tingkat kepercayaan publik terhadap DPR RI pernah naik tajam sebesar 12 perse, meski kemudian mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir,” jelasnya.
Namun, ia optimis bahwa dengan keterbukaan dan kerja sama dengan media serta influencer, kepercayaan masyarakat terhadap DPR bisa kembali meningkat. Indra juga menyampaikan bahwa Biro Pemberitaan akan terus bekerja sama dengan media untuk mengamplifikasi semua hal positif yang dilakukan oleh DPR RI.
“Kami ingin publik tahu bahwa DPR RI benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat,” pungkasnya. Red/HS