Putraindonews.com, Denpasar – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim menegaskan bahwa pada saat ini teknologi bukanlah lagi menjadi alternatif dalam menentukan suatu kebijakan, melainkan telah menjadi sebuah kewajiban untuk mengatasi berbagai tantangan modern.
Hal tersebut diungkapkannya dalam ajang Gateways Study Visit Indonesia (GSVI) 2024 di Denpasar, yang mempertemukan Indonesia dengan 56 peserta dari 20 negara dan sembilan organisasi internasional.
“Teknologi bukan lagi sebuah opsi. Terus terang, tidak ada tujuan kebijakan kami yang dapat dicapai tanpa teknologi. Skalanya terlalu besar,” kata Nadiem kepada para delegasi mancanegara yang hadir, Rabu (2/10).
Tanpa adanya teknologi, Nadiem menilai penentuan kebijakan akan memakan waktu puluhan tahun untuk melakukan segala sesuatunya secara manual, dan juga bisa menghilangkan ketahanan dari reformasi.
Ia memberi contoh dengan kondisi sebelum adanya transformasi digital pendidikan di lingkungan Kemendikbudristek, di mana banyak produk teknologi yang disediakan pemerintah sering kali kurang memuaskan.
“Banyak dari produk tersebut tidak memenuhi janji mereka. Ketika saya pertama kali datang ke kementerian, ada puluhan aplikasi terpisah yang dibuat oleh berbagai departemen untuk kebutuhan yang sangat spesifik,” ujarnya.
“Banyak dari aplikasi tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya. Beberapa di antaranya kadang-kadang rusak saat beban penggunaan meningkat,” lanjut pria yang akrab disapa Mas Menteri itu.
Oleh karenanya, Nadiem mengatakan pihaknya menginisiasi berbagai upaya dalam transformasi digital pendidikan dengan membentuk tim khusus, yang kini membentuk sejumlah platform seperti Platform Merdeka Mengajar untuk meningkatkan kualitas pengajaran, Aplikasi Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (ARKAS), dan Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (Siplah) untuk mempermudah perencanaan dan pembelanjaan sekolah, hingga Rapor Pendidikan sebagai dasar evaluasi dan pengambilan kebijakan sekolah, dan lain sebagainya.
Strategi tersebut, ternyata sejalan dengan inisiatif Gateways yang dicetuskan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) dan Dana Anak-Anak PBB (UNICEF) sebagai wadah para negara untuk saling belajar dan menginspirasi.
“Inisiatif-inisiatif ini adalah langkah kita untuk bertransformasi dari pendekatan top-down menjadi user-centric, di mana apa yang kita lakukan bukan berdasarkan keinginan kita, tetapi berdasarkan kebutuhan dan masalah nyata yang dihadapi oleh para pemangku kepentingan pendidikan,” tutur Nadiem Anwar Makarim. Red/Nov