Menimbang Nasib 6.139 PPPK Tangsel ke Depan

Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel) saat ini menyandang status sebagai daerah dengan jumlah Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) terbanyak kedua secara nasional—tepat setelah Kabupaten Bekasi.

Sebanyak 6.139 PPPK telah menerima Surat Keputusan pengangkatan dan penetapan Nomor Induk PPPK (NIPPPK) dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Jumlah ini bukan angka kecil, melainkan representasi dari ribuan pengabdian yang selama ini berakar dari status honorer.

Secara serempak pengambilan sumpah oleh Walikota Tangsel Benyamin Davnie berlangsung di Lapangan Markas Batalyon Arhanud 1/Rajawali, Pakulonan, Kecamatan Serpong Utara, Senin (30/6/2025).

Sebagaimana kita ketahui, lahirnya PPPK adalah solusi negara untuk menyelesaikan persoalan panjang tentang tenaga honorer. Kebanyakan mereka sudah lama mengabdi namun belum mendapatkan kepastian status. Tentu pemerintah tidak bisa lagi menutup mata, lalu dibuatlah skema PPPK sebagai bagian dari ASN yang sah dan yang membedakan hanya soal pensiun.

PPPK memiliki dasar hukum kuat, seperti Undang-Undang ASN dan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, yang menuntut penerapan penuh pada periode 2024–2025.

Kota Tangsel sendiri memiliki 7 kecamatan dan 54 kelurahan. Jumlah tenaga non ASN nya sangat besar, diperkirakan mencapai 11.000 orang. Dari jumlah itu, 6.139 sudah resmi menyandang status sebagai PPPK. Gelombang selanjutnya dengan angka mendekati 900 orang. Selebihnya akan dibuat dengan skema paruh waktu karena tidak lolos pemberkasan dan faktor usia. Fenomena ini menunjukkan satu hal, bahwa PPPK adalah tulang punggung pelayanan publik di Tangsel hari ini.

Namun, pertanyaan yang tak bisa dihindari adalah, sudahkah pemerintah berlaku adil terhadap PPPK ini?

Pemerintah pusat memang telah menyerahkan skema pembiayaan PPPK kepada pemerintah daerah. Gaji PPPK dibebankan kepada APBD sesuai kebutuhan masing-masing instansi, sebagaimana termuat dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2020 tentang Gaji dan Tunjangan PPPK. Tapi soal tunjangan? Apakah tahun depan bakal pasti diberikan?

Regulasinya memang menyebut tunjangan tidak bersifat wajib jika belum tersedia anggaran. Namun perlu diingat, dalam Perpres 98/2020, PPPK disebut berhak atas gaji pokok dan tunjangan sesuai jabatan. Maka, jika tahun depan sesuai rencana akan diberikan sekitar Juni atau Juli, namun meleset misalnya, karena faktor defisit anggaran atau ada hal lain, tentu perlu penjelasan.

BACA JUGA :   KLHK Ungkap Deforestasi Turun 8,4 persen Lebih Rendah Dibandingkan Tahun 2020-2021

Di sisi lain, ini juga bukan soal hitam-putih hukum semata. Ini soal keadilan dan profesionalisme, asas yang seharusnya menjadi pondasi pengelolaan ASN. Sebagai ASN, PPPK tentu berhak mendapatkan perlakuan dan penghargaan yang proporsional sesuai beban kerja dan kontribusinya.

Perlu dicatat, untuk menggaji 6.139 PPPK saja, Pemkot Tangsel harus menganggarkan sekitar Rp 30 miliar dan itu diperkirakan masih kurang.

Dari total 30 miliar, maka satu orang mendapatkan gaji sekitar Rp 4,8 juta dan besaran itu tergantung dengan skema tingkat pendidikan dan formasi. Dengan demikian anggaran Rp 30 Miliar untuk satu bulan gaji PPPK. Maka dalam waktu 12 bulan totalnya mencapai Rp 360 Miliar. Andai saja ditambah dengan tunjangan, bisa saja angkanya tembus Rp 1 triliun lebih untuk belanja pegawai. Ini sudah termasuk tunjangan bagi ASN yang ada di Tangsel dan gaji pegawai paruh waktu yang tidak terjaring dalam skema PPPK. Dengan demikian ada penambahan beban APBD dari target capaian.

Maka wajar jika tunjangan belum masuk dalam agenda prioritas karena angkanya cukup besar. Tapi PPPK juga tidak bisa dibiarkan pasrah jika nanti tahun depan tak kunjung menerima tunjangan. Mereka berhak menanyakan langsung ke Pemkot Tangsel, bahkan meminta penjelasan tertulis jika tunjangan tidak dianggarkan.

Tak kalah penting, pemerintah daerah juga berkewajiban memberikan pembinaan kepada PPPK. Seminar, workshop, pelatihan teknis, semua itu adalah bagian dari investasi peningkatan kapasitas ASN. Dengan pelayanan publik yang semakin kompleks, maka PPPK perlu didorong terus mengembangkan diri. Tak hanya soal kerja administratif, tapi juga kedisiplinan, loyalitas, dan etika profesi.

Sebagai ASN dengan sistem kontrak, PPPK pun wajib dievaluasi secara berkala. BKPSDM harus melakukan penilaian tahunan terhadap kinerja mereka. Maka idealnya 3 bulan sebelum kontrak selesai, evaluasi menyeluruh harus dilakukan dengan masa kontrak minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun. Jika tidak diperpanjang, alasannya harus disampaikan secara resmi dan transparan. Yang pasti, PPPK berhak tahu proses dan dasar penilaian mereka.

BACA JUGA :   Halalbihalal KB Sriwijaya Sumut, Hassanudin Ajak Sumbangkan Pemikiran Membangun Sumatera Utara

Kita juga memahami keterbatasan SDM di BKPSDM yang harus mengawasi ribuan pegawai dengan jumlah petugas yang terbatas meski di masing-masing OPD ada bidang kepegawaian. Tapi tantangan ini justru jadi momentum penting bagi Pemkot Tangsel untuk menyusun sistem yang kuat dan modern. Karena jika kita sepakat bahwa PPPK adalah bagian dari ASN, maka tidak ada lagi istilah ASN kelas satu dan kelas dua.

Mereka yang kini berstatus PPPK adalah mereka yang sebelumnya honorer bekerja dengan loyalitas tinggi meski tanpa jaminan status. Misalnya saja pegawai kecamatan dan kelurahan sebelum Tangsel lahir, mereka sudah mengabdi, sehingga jika dihitung waktu, ada yang mendekati tiga dasawarsa. Kini setelah diangkat, mereka layak mendapatkan pengakuan dan perlakuan adil, bukan sekadar formalitas status.

PPPK Tangsel bukan ASN kelas dua. Mereka adalah bagian dari mesin birokrasi yang melayani masyarakat setiap hari. Maka perlakukan mereka sebagaimana seharusnya kita memperlakukan ASN dengan adil, setara, dan bermartabat.

Pengakuan itu tentu harus selaras antara status sosial di lingkungan kerja dengan peningkatan kinerja. Kompetensi harus ditingkatkan. Agar sejalan dengan yang tadinya honorer menjadi PPPK setara dengan ASN dan ini yang diharapkan oleh pemerintah.

Tidak kalah pentingnya adalah, BPKSDM perlu memberikan pembinaan bagi PPPK soal lompatan gaya hidup. Peluang untuk mengambil uang dimuka dengan angka ratusan juta di bank dengan jumlah tidak sedikit. Ini perlu ada pembinaan dan pengarahan, jangan sampai menatap masa depan justru menjadi suram. Hal ini sehubungan dengan kemampuan APBD Tangsel kedepan. Karena pemerintah daerah yang memiliki kuasa, apakah tetap memperpanjang PPPK atau memutus dengan masa kontrak selesai dengan berbagai pertimbangan lain.

Oleh: Sudin Antoro

Penulis adalah Ketua Ikatan Media Online (IMO) Indonesia DPW Banten

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!