PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA |Â Selasa 29 Januari 2019. Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mendorong peneliti Indonesia bisa menghasilkan penelitian yang menjawab berbagai kegelisahan sosial di masyarakat. Berbeda dengan peneliti di bidang eksakta, peneliti di bidang sosial jumlahnya relatif masih kurang. Padahal, masalah sosial tidak kalah banyaknya dibanding masalah di bidang eksakta.
“Indonesian Qualitative Researcher Association (IQRA), sebagai organisasi yang menghimpun peneliti kualitatif, punya tanggungjawab besar memperluas khazanah ilmu sosial. Begitu banyak problema sosial yang perlu digali lebih jauh. Antara lain dalam mengindari benturan suku, agama, ras dan kepercayaan (SARA), maupun menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0 dari segi masalah sosial kemasyarakatan,” ujar Bamsoet saat menerima pengurus IQRA di ruang kerja Ketua DPR RI, Jakarta, Senin (28/01/19).
Pengurus IQRA yang hadir dalam pertemuan tersebut antara lain Sekjen Dedi Kurnia Syah Putra, Bendahara Umum Andi Budi Sulistijanto dan Dr. Lely Arrianie. Turut hadir sejumlah jajaran dari rektorat Universitas Matana, antara lain Rektor Arry Basuseno, MBA, Ph.D, Wakil Rektor I Bidang Akademik Prof. Ir. Ika Bali, M.Eng., Ph.D, dan Ketua Badan Penjamin Mutu Internal Lusia Permata Sari Hartanti, S.T., M.Eng., CPISC.
Bamsoet yang diangkat menjadi Dewan Pembina IQRA ini menerangkan banyak kompleksitas yang harus diurai dalam memahami sebuah fenomena sosial di masyarakat. Perkembangan teknologi informasi, meleburnya berbagai kebudayaan akibat globalisasi, dinamika politik dan kebijakan pemerintahan, merupakan unsur-unsur yang mempengaruhi perilaku masyarakat.
“Peneliti kualitatif harus mampu menangkap makna terhadap sebuah realitas sosial yang ada di masyarakat. Jika tidak, hasil penelitiannya akan sia-sia. Karenanya, seorang peneliti kualitatif dituntut selalu dekat dengan masyarakat,” tutur Bamsoet.
Legislator Dapil VII Jawa Tengah yang meliputi Kabupaten Purbalingga, Banjarnegara, dan Kebumen ini menilai sebagai sebuah organisasi, IQRA harus memberikan keuntungan kepada para peneliti yang tergabung didalamnya. Semisal, dalam bentuk sertifikasi, penyediaan bank data, maupun akses jaringan ke forum-forum penelitian di dalam maupun luar negeri.
“Di saat peneliti di bidang lain masih berjalan sendiri-sendiri, peneliti kualitatif sudah punya satu wadah untuk berbagi akses, jaringan, maupun pengetahuan. Membesarkan organisasi IQRA merupakan bagian dari membesarkan perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Kemajuan sebuah bangsa tak terlepas dari kemajuannya dalam menciptakan sesuatu yang baru yang didapat dari hasil penelitian,” tegas Bamsoet.
Dengan adanya IQRA, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini berharap akan semakin banyak hasil penelitian dari anak bangsa. Karena sejauh ini, berbagai masalah sosial di tanah air justru diteliti oleh peneliti asing dan dimanfaatkan oleh negara asing.
“Di berbagai universitas luar negeri seperti Leiden di Belanda, Monash di Australia, maupun Ohio di Amerika, banyak menyimpan penelitian tentang Indonesia. Karena memang di luar negeri tradisi penelitian mendapatkan penghormatan yang tinggi. Kini melalui kehadiran IQRA, sudah waktunya kita membenahi kondisi penelitian dalam negeri,” papar Bamsoet.
Sebagai langkah awal, Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini berharap IQRA mendukung langkah Presiden Joko Widodo yang berencana memanggil pulang para peneliti Indonesia yang berada di luar negeri. Hal ini untuk menguatkan visi pemerintah yang mulai fokus membangun sumber daya manusia Indonesia, setelah sebelumnya gencar melakukan pembangunan infrastruktur fisik.
“Pemerintah dan DPR RI sepakat mengalokasikan dana abadi penelitian dari APBN sebesar Rp 990 miliar. Dana tersebut bisa diakses dan dimanfaatkan oleh berbagai peneliti maupun lembaga penelitian. Tinggal menunggu pemerintah membuat aturan teknisnya lebih lanjut. Kalau dari DPR RI, Panitia Kerja RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Tekonlogi (RUU Sisnas-Iptek) menyarankan adanya Badan Riset Nasional yang mengatur dana abadi tersebut,” pungkas Bamsoet. (**)