PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA | Permodalan kerap kali menjadi kendala bagi masyarakat nelayan. Sulitnya akses, persyaratan yang berbelit-belit hingga ketidaktahuan masyarakat tentang lembaga pendanaan menjadi beberapa faktor nelayan enggan mengurus kredit bergulir. Ketergantungan nelayan terhadap permodalan mandiri, penyisihan keuntungan usaha, meminjam dari anggota keluarga ataupun dari sumber keuangan informal lainnya masih sangat tinggi terjadi di Indonesia.
Hampir 85 persen pelaku usaha kelautan dan perikanan di Indonesia berskala mikro dan kecil. Banyaknya pelaku usaha kecil ini, tentu menjadi perhatian pemerintah untuk tercapainya agenda ketujuh Nawa Cita yang telah digagas oleh Presiden RI Joko Widodo, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektorsektor strategis ekonomi domestik.
Pembiayaan mikro bagi nelayan kini hadir untuk menjawab dan memberikan solusi mudah permodalan bagi masyarakat nelayan. Fasilitasi bantuan pendanaan bagi nelayan kecil ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memfasilitasi bantuan pendanaan dan bantuan pembiayaan bagi nelayan kecil, nelayan tradisional, nelayan buruh, pembudidaya ikan kecil, penggarap lahan budi daya, petambak garam kecil, dan penggarap tambak garam, termasuk keluarga nelayan dan pembudidaya ikan yang melakukan pengolahan dan pemasaran.
Pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil melalui penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil dan pembudi daya-ikan kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.
Pembiayaan mikro bagi nelayan ini dikelola oleh Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP) yang merupakan Badan Layanan Umum (BLU) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penyaluran pembiayaan permodalan nelayan skala mikro ini disalurkan LPMUKP melalui kerja sama dengan Lembaga Keuangan Mkikro (LKM) dan LKM Syariah serta Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan BPR syariah yang sudah diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kerjasama BLU LPMUKP dengan LKM ini merupakan kemitraan yang strategis karena dapat memperluas jangkauan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro di bidang Kelautan & Perikanan. LKM lebih mengenal para pelaku usaha yang dilayani karena LKM berada langsung di tengah-tengah mereka. Optimalisasi fungsi LKM ini selain sebagai pemberi/penyalur pinjaman juga memberikan pendampingan usaha.
Di Karangsong, Indramayu, merupakan pertama kalinya penyaluran dana BLU LPMUKP melalui LKM yakni Pokdakan Jasa Hasil Windu dan KPL Mina Sumitra. Plafon yang disetujui masing-masing adalah Rp 2 Milyar untuk 100 orang pembudidaya dalam Pokdakan Jasa Hasil Windu dan Rp 8 Milyar untuk 323 nelayan yang tergabung dalam KPL Mina Sumitra.
Skema permohonan pengajuan pinjaman atau pembiayaan dana bergulir ini sangat terjangkau bagi pelaku usaha, untuk skala yang belum terjangkau Kredit Usaha Rakyat (KUR). Permohonan permodalan dapat langsung dibuat oleh pelaku usaha dengan menyiapkan proposal yang berisi tentang profil usaha, rencana bisnis, melampirkan surat permohonan pengajuan pinjaman, surat keterangan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) KKP atau Dinas Kelautan dan Perikanan setempat serta dokumen pendukung lainnya yang ditentukan mitra LKM. Pendampingan usaha untuk pengajuan permodalan ini dapat dilakukan bersama-sama oleh BLU LPMUKP dan mitra LKM.
LPMUKP mendapatkan alokasi dana kelolaan sebesar Rp 500 Miliar di Tahun 2017 dan direncanakan mendapatkan alokasi tambahan dalam APBN 2018 sebesar Rp 850 Miliar sehingga target pengelolaan dana pada tahun ini sebesar Rp 1,35 triliun. Lokasi layanan pendampingan LPMUKP pada tahun 2018 ini tersebar di 239 kota dan kabupaten seluruh Indonesia. (**)