PUTRAINDONEWS.COM
Jakarta | 24 September 2019. Pemerintah serius untuk meningkatkan rasio gross saving terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) yang kini sebesar 31% menurut Bank Dunia (2017). Indikator yang menggambarkan seberapa banyak peran simpanan domestik untuk pertumbuhan ekonomi ini terhitung moderat, namun masih di bawah negara tetangga Singapura (46%) dan Thailand (34%). Rasio simpanan nasional yang tinggi akan menstabilkan sistem keuangan dan menaikkan keseimbangan eksternal dari ekonomi suatu negara.
Salah satu langkah nyata Pemerintah yakni dengan menetapkan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) di 2016. Tujuannya agar semua segmen populasi memiliki akses dan dapat menggunakan layanan institusi keuangan formal. Pencapaian lainnya yakni ketika Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 26 Tahun 2019 yang menetapkan tanggal 20 Agustus sebagai Hari Menabung Nasional.
“Topik (acara hari ini) ‘Innovation for Inclusion’ sangat relevan, karena kami terus melanjutkan perjalanan inklusi keuangan dengan membentuk SNKI. Kami percaya jika inovasi melalui teknologi dan pengadopsian lainnya akan membantu mempercepat tercapainya inklusi keuangan,†kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution ketika memberikan keynote speech dalam Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, di Assembly Hall-Jakarta Convention Center, Senin (23/09/2019).
Inklusi keuangan di Indonesia telah tumbuh baik. Antara lain Global Findex (2017) yang menunjukkan proporsi populasi orang dewasa Indonesia yang mempunyai rekening bank meningkat menjadi 48,9% dari jumlah 36,1% di 2014. Sementara, survei dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2016 juga memperlihatkan sebanyak 68,7% populasi orang dewasa telah memiliki akses terhadap berbagai layanan keuangan formal.
“Namun, hasil kedua survei tersebut memperlihatkan masih terdapat sisa persentase yang besar dari orang dewasa yang belum memiliki rekening bank ataupun akses ke layanan keuangan lainnya. Untuk itu, masih diperlukan layanan keuangan yang lebih aman, mudah dan terjangkau, yang dapat dipenuhi dengan adanya teknologi dan inovasi yang dilakukan oleh perusahaan fintech,†ujar Menko Darmin.
Dalam beberapa tahun ke belakang, jumlah perusahaan fintech khususnya yang bergerak di bidang pembayaran dan pinjaman terus meningkat signifikan. Hal tersebut menumbuhkan agen fintech yang lebih banyak lagi.
“Dari informasi yang saya dapatkan, jumlah agen fintech yaitu lebih dari 5 juta agen dalam jangka waktu tiga tahun ini. 70% dari mereka memberikan layanan kepada populasi yang belum tersentuh akses perbankan. Sehingga, kami percaya bahwa fintech dan agennya dapat berkontribusi terhadap pencapaian keuangan inklusif,†ungkap Menko Darmin.
Menko Darmin pun menyampaikan harapannya untuk industri fintech di nusantara ini, yakni fintech dapat menyediakan optimisme baru yang dapat memperlancar proses inklusi keuangan, khususnya kepada populasi yang masih belum tersentuh inklusi keuangan, jadi dapat meningkatkan kesejahteraan mereka.
Kemudian, Menko Darmin berharap atas terciptanya sebuah usaha untuk makin meningkatkan potensi fintech dan agennya supaya dapat bekerja bersama agen bank untuk menyediakan layanan keuangan yang terjangkau, mudah, aman dan cepat. Perusahaan fintech juga harus memperhatikan manajemen risiko, edukasi dan perlindungan konsumen, selain hanya memikirkan profit saja.
“Untuk menambah keuntungan maksimal, perusahaan fintech harus mempunyai hubungan dengan sektor riil, jadi mampu menciptakan ekosistem ekonomi digital. Saya juga menganjurkan adanya kolaborasi antar stakeholders di bidang keuangan atau perbankan untuk mengatasi tantangan yang masih ada, seperti kesiapan infrastruktur teknologi, informasi dan komunikasi (TIK), literasi keuangan, tata kelola data digital, dan kerangka peraturan,†papar Menko Darmin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengamini perlunya pembangunan infrastruktur TIK yang mumpuni untuk semakin memajukan ekonomi digital di Indonesia. Pasalnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kesiapan masyarakat untuk mengambil manfaat dari fintech itu sendiri, karena masih banyak juga daerah di Indonesia yang belum tersentuh digitalisasi.
“Selain itu, kami pun selalu membuka dialog dengan industri agara dapat menciptakan rezim perpajakan yang tepat untuk perusahaan digital dan nondigital, baik untuk Indonesia maupun rest of the world. Sebab, saat ini banyak transaksi yang sudah borderless,†jelas Menkeu Sri.
Turut hadir dalam acara ini adalah Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua OJK Wimboh Santoso, dan Ketua Umum Asosiasi Fintech Indonesia Niki Luhur. (**)