JAKARTA | Â Densus 88 Anti Teror Mabes Polri kembali menangkap seorang terduga pelaku teror yang memiliki peran memasok bahan kimia yang berpotensi dijadikan peledak di Bogor, Jawa Barat.
Ketua Pusat Studi Kajian Terorisme, SKSG UI, M. Sauqillah mengatakan, setidaknya ada lima faktor yang menyebabkan bahan begitu mudah diakses melalui ritel di marketplace maupun toko kimia.
Pertama, belum adanya regulasi yang mengatur bagaimana perizinan, distribusi dan pengawasan bahan kimia dan pupuk yang berpotensi digunakan sebagai bahan peledak.
Kedua, sinergitas kementerian/lembaga di ranah kesiapsiagaan nasional untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan bahan kimia dan pupuk.
“Ketiga, penggunaan teknologi cyber untuk mendeteksi potensi ancaman aksi terorisme, dimana dalam kasus kali ini, pelaku dengan mudah mengunggah tutorial yang sangat sensitif,” kata Sauqillah di Jakarta, Kamis (17/06/2021) malam.
Menurut Sauqillah, faktor yang tidak kalah penting adalah ideologi.”
Pemahaman Salafi-Jihadi berpaham takfiri menjadi energi dan motivasi melakukan atau membantu sekaligus menyediakan sarana aksi terorisme,” ujarnya.
Faktor kelima, menurut Sauqillah, jaringan Bogor dalam riset Program Studi Kajian Terorisme adalah jaringan yang hampir tak pernah absen dengan berbagai perannya di beberapa aksi terorisme di Indonesia.
“Sejauh ini pemerintah lemah dalam pengawasan regulasi terkait distribusi bahan kimia dual use,” tukasnya.
Sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri menangkap satu terduga teroris berinisial KDW alias AA di Bogor, Jawa Barat. Polisi mengatakan AA bertugas menyuplai bahan kimia untuk dijadikan alat peledak kepada empat pelaku teror yang sudah ditangkap sebelumnya.
“Di mana yang bersangkatan adalah penyuplai bahan kimia, yang digunakan untuk bahan peledak atau bom kepada terorisme yang telah ditangkap terdahulu,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan di Mabes Polri.