PUTRAINDONEWS.COM
JAKARTA | Literasi informasi dan media digital perlu dipelajari dan dipahami oleh masyarakat guna mewaspadai hoaks yang beredar di tengah pandemi COVID-19. Informasi-informasi yang tidak akurat dalam hoaks berdampak negatif bagi diri sendiri dan pihak lain.
Ikhwan Lutfi, M.Psi, Dosen Psikologi UIN Jakarta menjelaskan bahwa hoaks menimbulkan dampak kecemasan, mengganggu eksistensi, serta menimbulkan ketidakpercayaan pada diri sendiri, orang lain dan pihak otoritas. Menurut Ikhwan, di masa pandemi sekarang ini, hoaks juga menimbulkan _disobedient_ sosial atau ketidakpatuhan
“Hoaks di masa pandemi membuat munculnya disobedient sosial atau masyarakat tidak patuh, karena informasi yang diterima tidak benar,†ujar Ikhwan di Media Center Satuan Tugas Nasional, Jakarta, Sabtu (15/8).
Menurut Ikhwan, ketidakpatuhan tersebut dikarenakan masyarakat lebih memaknai alternatif informasi yang ada dibandingkan dengan informasi yang disebarkan.
Faktor lain yang menyebabkan hal tersebut adalah perilaku malas dari sebagian masyarakat Indonesia. Malas untuk melakukan _cross-check_ terhadap informasi yang telah tersedia, sehingga menimbulkan sesat pikir serta cara berpikir yang pendek.
Berdasarkan keterangan Dr. Lestari Nurhajati, M.Si, Ketua Tim Kampanye Jaringan Pegiat Literasi Digital (Japelidi), isu politik, SARA dan kesehatan menjadi ladang hoaks yang paling banyak tersebar di Indonesia.
Dalam sesi Bincang-Bincang Bersama Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Lestari menuturkan ketika seseorang percaya terhadap isu yang salah namun dianggap benar, maka orang tersebut dapat melakukan tindakan-tindakan di luar kontrolnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, terdapat hal yang paling mudah untuk dilakukan oleh masyarakat, yakni melakukan verifikasi informasi yang diterima.
“Paling mudah, masyarakat harus melakukan verifikasi terhadap informasi yang diterima, apabila banyak menggunakan huruf kapital, menggunakan kata ‘viralkan’, terlalu bombastis, dan terlalu bersemangat menyampaikan sesuatu yang belum tentu benar itu biasanya mencurigakan,†kata Lestari.
Selain itu, masyarakat juga harus _check and recheck_ dengan membandingkannya terhadap media lain yang lebih valid dan akurat. Hal tersbut juga harus diikuti oleh proses evaluasi dengan cara menahan diri atau tidak terburu-buru sebelum membagikan informasi tersebut.
“Jangan terburu-buru untuk berbagi, kita harus saring sebelum _sharing_ (berbagi),†tegas Lestari mengenai evaluasi terhadap informasi yang diterima.
Terakhir, partisipasi dan kolaborasi ketika menemukan hoaks di sekitar kita menjadi peran yang harus dilaksanakan oleh semua orang. RED/BEN