Putraindonews.com – NTT | Kegiatan ini digelar di Kecamatan Lamboya, pada hari Sabtu 1 Juli 2023.
Save The Children dalam melaksanakan kegiatan tersebut, berdasar pada hasil pemetaan studi yang dilakukan oleh Save the Children pada tahun 2022 terhadap 250 siswa di enam kecamatan di Sumba Barat, menunjukkan 55% siswa mengakui dapat memahami isu sosial di lingkungannya.
Sekitar 77% siswa ingin membuat perubahan dan berkontribusi, tetapi mereka tidak percaya diri untuk mendiskusikan ide yang dimiliki dengan orang dewasa.
Dalam rangka mendukung dan mendorong perkembangan ide-ide inovatif anak-anak dan orang muda, Save the Children menginisiasi program Inclusive Incubator for Young Changemakers (i2Change).
Program i2Change bertujuan untuk memberdayakan serta menyediakan ruang aman bagi anak-anak dan kelompok remaja usia 15-24 tahun yang terdampak ketidaksetaraan dan diskriminasi untuk memimpin aksi perubahan dalam menyelesaikan isu-isu sosial di sekitar.
Pendekatan yang dilakukan pada program ini mengacu pada tiga pilar, yaitu kesempatan yang setara, belajar dan praktik, dan menggaungkan suara anak.
Untuk mewujudkan misi dari program i2Change, Save the Children menyelenggarakan kompetisi ide inovasi, Solve-A-Thon, sebagai wadah bagi para anak-anak dan orang muda di Sumba untuk belajar membuat proyek perubahan dan memberikan solusi konkret berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh masyarakat di sekitar mereka.
Solve-A-Thon merupakan kompetisi ide inovasi untuk anak-anak dan orang muda usia 15-24 tahun yang berasal dari Sumba Barat.
Sebanyak 28 peserta yang terbagi dalam 10 tim mengikuti kegiatan Solve-A-Thon selama 8 hari yang diselenggarakan pada 22 Juni hingga 1 Juli 2023.
Mereka berkesempatan untuk belajar tentang design thinking dan berkontribusi dalam menciptakan ide solusi yang berdampak positif bagi lingkungan.
Kegiatan Solve-A-Thon memiliki tujuan diantaranya, pertama: Memfasilitasi pembelajaran aktif bagi 28 anak Sumba Barat berusia 15-25 tahun dengan menggunakan pendekatan design thinking di mana anak-anak dilatih untuk menjadi kritis dan kreatif, sebagai agen perubahan sosial yang mampu menemukan akar masalah di sekitar, melahirkan ide pemecahan masalah, dan mengimplementasikan ide perubahan sosial mereka.
Berikutnya yang kedua; Menyediakan ruang aman yang bermakna bagi anak-anak Sumba Barat untuk mengungkapkan diri dan terlibat dalam mencari solusi atas masalah-masalah sosial dan lingkungan yang menjadi kepedulian mereka.
Terakhir adalah memupuk solidaritas lintas budaya, lintas-etnis, dan kolaborasi di antara anak-anak yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda.
“Dari kegiatan ini, Save the Children ingin mendorong anak dan orang muda untuk dapat memecahkan masalah di sekitranya dan membuat solusi atas permasalahan yang ada. Dengan demikian mereka dapat menjadi agen perubahan yang memberikan dampak positif bagi lingkungannya,” ucap David Wala, Sumba Field Manager kepada Putraindonews, Sabtu (1/7).
Kegiatan Solve-A-Thon ini berkolaborasi dengan komunitas lokal di Sumba diantaranya English Goes to Kampung (EGK), Sumba Cendekia, dan Pecinta Lingkungan Sumba Tengah (PLIST) untuk menjadi co-fasilitator dalam mendampingi anak-anak untuk terjun langsung ke masyakarat saat identifikasi masalah hingga merencanakan sebuah proyek perubahan.
“Awalnya ketika kami mengikuti kegiatan Solve-A-Thon, kami sangat ragu dan tidak percaya diri. Namun, setelah beberapa hari kami mulai percaya diri dan kami bisa berkenalan dengan teman-teman baru seperti kakak-kakak dari co-fasilitator dan kakak-kakak Save the Children yang membimbing kami untuk belajar selama kegiatan ini,” jelas Yanti, salah satu peserta Solve-A-Thon.
Peserta Program i2Change dalam kegiatan Solve-A-Thon bersama Perwakilan Bank NTT, Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP5A), Kepala Kecamatan Lamboya, Founder Sumba Cendekia, dan Founder English Goes to Kampung. Red/Nov