Putraindonews.com – NTT | Pulau Sumba dikenal dengan beragam tradisi dan peninggalan sejarah yang sampai saat ini masih dipertahankan.
Salah satu warisan budaya leluhur masyarakat Sumba yang menarik perhatian khalayak adalah acara perkawinan dengan istilah “Belis”.
Bagi masyarakat Sumba, belis merupakan kewajiban yang perlu dilaksanakan dalam acara perkawinan yang ditandai dengan pemberian harta kawin dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan.
Dalam adat Sumba, untuk menjadikan dambaan hati untuk dimiliki seumur hidup, maka secara budaya, proses pembelisan harus diselesaikan.
Perkawinan dalam adat Sumba tanpa pelunasan belis maka perempuan belum sah menjadi milik pihak laki-laki.
Sedangkan proses perkawinan dalam adat Sumba meliputi beberapa tahap, pertama; Ketuk Pintu, merupakan tahap awal dimana seorang laki-laki akan membawa sepasang hewan (kuda) untuk menyatakan perasaannya kepada dambaan hati, dan itu pertanda bahwa laki-laki telah melamar cinta semata wayangnya.
Berikutnya, tahap yang kedua yaitu Masuk Minta/Ikat, merupakan tahapan dimana perempuan yang sudah dilamar akan diikat secara budaya, dalam tahap ini belis yang dibawa pihak laki lebih banyak dari tahap lamar. Dalam tahap ini juga, dibicarakan proses akhir adatnya sekaligus belis yang harus dibawa.
Ketiga adalah Pindah, merupakan tahap akhir perkawinan dalam budaya Sumba, belis yang harus dipersiapkan dan dibawa oleh pihak keluarga laki-laki terdiri dari perhiasan (Mamuli) dan sejumlah hewan seperti kerbau, kuda, babi, sapi, dan benda berupa parang, tombak, siri pinang, dan uang. Ketika pembicaraan adat selesai maka secara resmi perempuan sah menjadi sepasang suami istri dalam khasanah budaya Sumba.
Secara resmi pihak orang tua perempuan merelakan anaknya mengikuti laki-laki sang pujaan hatinya. Sebagai tanda cintak kasih orang tua, maka perempuan akan diiringi dengan pembawaan seperti gelang gading, perhiasan emas, dan semua kelengkapan atribut rumah tangga.
Acara adat pembelisan di Sumba menunjukkan suatu penghargaan kepada seorang perempuan dan keluarganya. Perempuan yang dilepaskan tanpa adanya pembelisan akan berpengaruh pada harga diri dan martabatnya sebagai seorang perempuan.
Tepat hari Sabtu (24/6/23) kembali dirayakan acara pindah adat atau disebutnya “Pamalle” dilaksanakan pihak laki-laki Musa Umbu Togola (Keluarga Gollu Manu, Puu Kopi) dan keluarga perempuan Anastasya Mada Mali (Wee Rame).
Ditemui Putraindonews usai komunikasi adat, Musa Umbu Togola menyampaikan bahwa tahap pindah yang dilakukan hari ini adalah tahap akhir dalam adat perkawinannya.
“Ya, ini tahap akhir yang kita laksanakan hari ini, bagi masyarakat sumba, acara pindah berpengaruh kepada kehidupan sosial masyarakat,” tandas Musa, Sabtu (24/6).
Menurutnya, kesuksesan acara adat hari ini tidak terlepas dari campur tangan Tuhan.
“Saya sangat berterimakasih kepada Tuhan atas kebaikannya, sehingga acara hari ini dapat berjalan lancar, tak lupa juga ucapan terima kasih kepada semua keluarga kedua bela pihak yang sudah bersusah payah dalam menyukseskan acara pindah, semoga Tuhan membalas kebaikan mereka,” ungkap Musa. Red/Nov