PUTRAINDONEWS.COM
BEKASI – JABAR | Wakil Ketua Umum Indonesia Fisherman Manning Agent Association (IFMA Association), T. Peratikno Rz menyayangkan banyaknya pemberitaan yang seolah memojokan perusahaan penempatan yang mengirimkan anak buah kapal (ABK) Indonesia ke luar negeri.
Padahal menurut Tikno akar permasalahan ini adalah aturan yang dikeluarkan pemerintah yang membingungkan dan tumpang tindih. Begitu juga adanya tarik-menarik sebagai bentuk ego sektoral yang membingungkan perusahaan penempatan yang akibatnya ABK yang menjadi korbannya.
“Harusnya jangan lagi tarik-menarik yang akhrinya pelaut jadi korban,†kata Peratikno saat ditemui awak media dikantornya Bekasi, Rabu (17/6).
Tikno sapaanya mengaku semua perusahaan jasa pengiriman ABK ingin mengikuti aturan pemerintah. Namun pengusaha acap kali dibuat bingung lantaran selesai mengurus izin dari kementerian tertentu, muncul aturan baru yang dikeluarkan kementerian lainnya.
Banyak regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah namun karena lemahnya pengawasan dan pengawalan sehingga seakan tidak ada artinya yang mengakibatkan awak kapal sebagai korbannya.
“Kelemahan aturan itu pengawalan, apapun regulasinya kalau tidak dikawal, korbannya pelaut,†kata Tikno.
“Pengawasannya di bandara juga tidak terlalu sulit kalo ada pengawalan bersama, Imigrasi Bandara tinggal buka situs Perhubungan https://dokumenpelaut.dephub.go.id lalu klik menu informasi, semua perusahaan pelaut yang memiliki ijin tekhnis dari Kemenhub akan muncul. Jadi yang tidak ada yang jangan diloloskan.†Imbuh Tikno.
Dia mengatakan tidak ada pengawalan Regulasi yang ada saat ini dari hulu hingga hilir. Akibatnya perusahaan jasa pengiriman ABK ilegal pun bermunculan.
Pada akhirnya membedakan perusahaan legal dan ilegal di lapangan pun sulit dilakukan. Tikno menyebut, banyaknya kasus ABK Indonesia yang mengalami kekerasan saat bekerja pun berasal dari perusahaan ilegal.
“Apa yang terjadi di luar negeri termasuk penyiksaan itu karena kelalaian kita bersama,†kata Tikno.
Faktor lain adalah karena ABK yang dikirim sangat minim kompetensi.
ABK dengan sertifikasi keahlian kata Tikno minim mengalami kekerasan saat bekerja. Sebab mereka sudah dilatih dalam menggunakan alat tangkap atau berbagai pekerjaan lainnya di atas kapal ikan.
Longgarnya pengawasan terhadap pemberian izin usaha kepada perusahaan mengakibatkan ABK Indonesia diperlakukan semena-mena. Perusahaan bisa dengan mudah mengirim orang tanpa kompetensi yang akhirnya rentan mengalami kekerasan saat bekerja.
Untuk itu mewakili para pengusaha jasa pengiriman ABK, Tikno meminta pemerintah untuk melakukan pengawasan. Sebab, perizinan yang tidak dikawal tetap berpotensi menimbulkan masalah.
“Perizinan sudah ada, kalau ada kekurangan kami urus tapi kalau enggak dikawal ya tetap perusahaan yang tidak berijinpun akan lolos dan muncul masalah,†ucap Tikno.
Menurut Tikno tidak semua pelaku penempatan itu nakal banyak yang baik dan patuh. Bisa jadi karena ketidaktahuan mereka sehingga melakukan kesalahan dalam penempatan. Nah tugas pemerintahlah membimbing mereka.
“Harusnya di arahkan dan dibimbing, belum tentu para perusahaan penempatan ini sengaja menempatkan dikapal yang bermasalah, bisa jadi kan karena ketidaktahuan mereka, nah tugas pemerintahlah mengarahkan dan memberi bimbingan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh†ucap Tikno yang menjadi praktisi penempatan selama 21 tahun.
“Pemerintah harusnya jangan cuma melihat yang gagalnya, banyak juga pelaut yang berhasil, bahkan taraf hidup mereka terangkat setelah bekerja sebagai pelaut. Jadi menurut tikno harusnya dalam melakukan penilaian itu berimbang.†Tutup Tikno. Red/Ben