WALHI Nilai RUU KSDAHE yang Segera Disahkan, Miliki Sejumlah Catatan

Putraindonews.com – Wahana Lingkunga Hidup Indonesia atau WALHI menilai bahwa Revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem (RUU KSDAHE) yang akan segera disahkan DPR RI, masih memiliki beberapa catatan. Sehingga, WALHI merumuskan masukkan untuk Komisi IV DPR RI yang membahas RUU ini, untuk melakukan perbaikan.

Pendapat ini disampaikan Manager Kajian Hukum dan Kebijakan WALHI, Satrio Manggala berbicara dalam Forum Legislasi bertajuk “RUU KSDAHE Segera Disahkan, Upaya DPR RI dalam Mencegah Kepunahan Flora dan Fauna Langka di Indonesia’, di Ruang PPID Gedung Nusantara I Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/6/2024).

Menurut Satrio, UU Nomor 5 Tahun 1990 sudah cukup lama dan menggunakan paradigma konservasi yang cukup buruk. Bahkan WALHI melihat ada delapan catatan poin krusial di dalam RUU yang telah dibahas di pembahasan tingkat pertama yang diabaikan dalam konsep perumusannya.

Pertama yaitu soal konservasi berbasis Hak Asasi Manusia (HAM) yang banyak diabaikan. Dimana sejauh ini implementasi dari UU itu menimbulkan banyak konflik.

BACA JUGA :   Bobol Mandiri 120 Miliar, DPO Terpidana ABS Berhasil Diamankan Tim Tabur Kejaksaan Agung

“Terutama konflik terhadap masyarakat adat maupun komunitas lokal yang melakukan konservasi yang belum diakui,” sebutnya.

Kedua, ada beberapa catatan ambigu dalam perumusan konsep RUU, terutama soal batasan konservasi. Metiga adalah soal penyesuaian ketentuan pidana dalam air.

“Sebagaimana diketahui, dalam praktek 34 tahun ini banyak sekali orang diskriminalisasi. Baik itu dipenjara akibat hidup atau bergantung dari sumber kehidupan di wilayah-wilayah yang secara sepihak ditetapkan sebagai wilayah konservasi. Padahal mereka jauh sudah ada terlebih dahulu sebelum bangsa ini merdeka,” tegasnya.

Adapun yang keempat adalah soal ada beberapa norma penting yang luput dirumuskan. Termasuk salah satunya adalah tumbuhan dan satwa liar dan sumber daya genetik.

“Selanjutnya adalah lebih kepada proses partisipasi yang bermakna. Dimana dalam pembahasannya seharusnya melibatkan stakeholder terkait, misalnya masyarakat adat dan komunitas lokal untuk dilibatkan dalam perencanaan pembahasan setiap perumusan dari peraturan perundang-undangan ini,” tambah Satrio.

BACA JUGA :   Pakar Jababodetabek Serahkan Bantuan pada Korban Longsor di Jatituhu

Karena, lanjut dia, bisa jadi pengesahan RUU ini berdampak dan merugikan bagi masyarakat adat dan komunitas lokal. Yang mana selama ini mereka berperan dalam melakukan upaya konservasi dan juga melakukan upaya-upaya penjagaan alam.

Kesempatan sama, praktisi media Ariawan mengatakan, RUU KSDAHE sudah sampai di tahap pertama dan kemudian tinggal tunggu akan dibawa ke Paripurna DPR RI untuk disahkan menjadi UU. Dimana RUU tersebut menjadi pekerjaan rumah bersama.

Padahal, menurut pendapat Arie, semua mempunyai harapan adalah DPR RI akan mengasbilkan UU baru, dan bukan revisi. Akan tetapi yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI adalah merevisi UU tersebut.

“Diharapkan RUU KSDAHE dapat digunakan menjaga ekosistem dan juga sumber daya alam. Yang tadi menjadi persoalan adalah bagaimana paradigma terkait dengan HAM itu tetap harus dilindungi,” tutur Ketua Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) tersebut. Red/HS

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!