***
Putraindonews.com – Jakarta | Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Prof. Zudan Arif Fakrullah menanggapi rencana integrasi NIK dengan NPWP. Menurut dia hal itu bukanlah hal yang baru yang terjadi di Indonesia, ada beragam macam hal pelayanan publik yang harus diintegrasikan seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Dijelaskan Prof. Zudan, integrasi yang dilakukan dan dimulai sejak tahun 2006 ini dilakukan dengan semangat mewujudkan suatu sistem Kependudukan dengan sistem data tunggal.
“Integrasi data Kependudukan ini sudah dimulai sejak tahun 2006 dengan didasari pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, sehingga hal integrasi ini langkah lanjutan dari integrasi yang sebelumnya,” katanya dalam Webinar Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) bertajuk “Ketika NIK dan NPWP Jadi Satu, Baguskah Untuk Rakyat?”, Sabtu (4/12/2021).
Wakil Ketua IV MIPI A. Masrich dalam sambutannya membuka webinar mengatakan, Pemerintah telah melakukan integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan.
“Dengan adanya harmonisasi antara NIK dengan NPWP dapat mempermudah masyarakat dalam pengurusan administrasi,” ucapnya.
Terkait Integrasi NIK dengan NPWP, kata Masrich, secara otomatis masyarakat menjadi wajib pajak, timbul pertanyaan oleh masyarakat akankah masyarakat yang belum bekerja tetap dikenakan pajak walaupun belum bekerja? Tentu saja masyarakat yang belum bekerja tidak akan dikenakan pajak penghasilan.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti yang juga Kepala Bidang Pengkajian dan Penelitian MIPI Trubus Rahadiansyah mengungkapkan bagaimana implementasi kebijakan Integrasi NIK dan NPWP. Dikatakan dia, fungsi dari Integrasi NIK dengan NPWP ini juga bertujuan untuk memantau Wajib Pajak (WP) dan akan beroperasi secara bertahap pada pertengahan tahun 2023.
“Integrasi NIK dengan NPWP ini bertujuan untuk memantau Wajib Pajak dan akan beroperasi bertahap tahun 2023,” tuturnya.
Sebagai informasi, selain Dirjen Dukcapil Kemendagri Prof. Zudan Arif Fakrullah dan Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti yang juga Kepala Bidang Pengkajian dan Penelitian MIPI Trubus Rahadiansyah, turut hadir sebagai narasumber yaitu Dirjen Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo.
Sebelumnya, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) telah disahkan. Melalui proses yang panjang, delibratif, diskursif, dan dinamis rancangan undang-undang yang sebelumnya bernama RUU Konsolidasi Fiskal tersebut akhirnya diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021.
Terdapat beberapa isu baru dalam peraturan tersebut, salah satunya penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Melalui beleid tersebut pemerintah mengatur bahwa NPWP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang merupakan penduduk Indonesia adalah dengan menggunakan NIK.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1a) UU HPP. Lebih lanjut, di dalam Pasal 2 ayat (10) juga disebutkan bahwa dalam rangka penggunaan NIK sebagai NPWP, Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri wajib memberikan data kependudukan dan data balikan kepada Menteri Keuangan untuk diintegrasikan dengan basis data perpajakan.
Guna mendukung rencana integrasi NIK dengan NPWP tersebut, pada awal September 2021 pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 tentang Pencantuman dan Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan dan/atau Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Pelayanan Publik.
Melalui regulasi tersebut pemerintah mengatur bahwa untuk mendapatkan pelayanan publik seperti perizinan, masyarakat harus mencantumkan NIK dan/atau NPWP. Di dalam konsideransnya disebutkan bahwa tujuan dari peraturan ini adalah untuk mewujudkan standardisasi dan integrasi nomor identitas yang digunakan sebagai kode referensi layanan publik. Red/Ben
***