Bara di Timur Tengah: Iran-Israel dan Ketegangan Kawasan

Oleh: Yakub F. Ismail

Dunia akhir-akhir ini dikejutkan oleh perang terbuka antara Iran dan Israeldua negara dengan pengembangan teknologi militer canggih saat ini.

Konflik kedua negara ini tentu tidak sekadar memberikan kejutan masyarakat internasional, tapi juga memicu kekhawatiran yang kian meluas dikarenakan ia bisa menjadi preseden buruk bagi konflik kawasan yang lebih luas.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan situasi ini dapat menyeret negara-negara di kawasan Timur Tengah, Asia, Eropa dan Amerika ke dalam pusaran konflik global sebagai penanda dimulainya perang dunia 3 (The Third World War).

Bagaimana tidak, kendati konflik ini baru dimulai namun eskalasi yang terjadi menunjukkan adanya tanda-tanda keberlanjutan yang lebih masif andai tidak ada upaya untuk mencegah perang ini.

Selama ini, Iran memang tidak melakukan serangan secara terang-terangan terhadap Israel, meskipun keduanya telah terlibat ketegangan dalam waktu yang cukup lama.

Iran pernah meluncurkan rudal balistik langsung dari Negeri para Mullah itu ke wilayah Israel sejak 1979.

Mereka, terutama kubu Iran lebih cenderung menggunakan proksi (tangan kedua) untuk menghajar lawan-lawannya. Dan ini bukan lagi hal yang dirahasiakan.

Akan tetapi, semua itu berubah setelah Israel dengan serangan udara ke beberapa situsi penting dan strategis Iran memporak-porandakan fasilitas nuklir Iran bahkan beberapa situs strategis yang dinilai vital oleh Iran.

Merespons serangan Israel, Iran pun tak tinggal diam. Upaya balasan coba dilakukan dengan mengirim rudal hypersonik yang menyasar tepat di jantung pertahanan Israel.

Alhasil, situasi makin tidak terkendali karena masing-masing terlibat dalam aksi balasan. Beberapa pihak telah menawarkan jalan tengah untuk mencari solusi.

Namun, hingga saat ini, kondisi masih belum benar-benar reda. Kedua negara masih terlibat perang dan tensinya masih terbilang tinggi.

Bara Abadi

Apa yang bisa dimaknai dari konflik Iran-Israel ini tidak sekadar perselisihan dua bangsa. Keduanya terlibat dalam konflik politik, ideologi, dan perebutan pengaruh di kawasan Timur Tengah yang telah berlangsung puluhan tahun.

Iran dan Israel adalah dua negara yang sejauh ini memiliki perbedaan yang saling menegasikan. Iran, misalnya merupakan negara mayoritas Syiah yang punya hasrat besar menjadi kekuatan utama regional.

Untuk mendukung ambisi tersebut, Iran kerap membangun poros kekuatan dari Teheran hingga Beirut melalui dukungan terhadap kelompok seperti Hizbullah di Lebanon, Houthi di Yaman, dan milisi Syiah di Irak dan Suriah.

BACA JUGA :   Membangun Arus Mudik, Cerita Aman dan Berkeselamatan

Sementara, Israel, di sisi lain, tampil sebagai benteng kekuatan Barat dengan dukungan utama dari Amerika Serikat dan negara-negara sekutu berusaha membendung perluasan pengaruh Iran dan terus mencoba membangun ekspansi lebih besar lagi di Timur Tengah.

Konflik terbuka Iran-Israel dimulai dari rangkaian peristiwa sebelumnya yang diawali dengan pembunuhan komandan militer Iran, serangan terhadap fasilitas diplomatik, dan yang tidak bisa diabaikan ialah dampak perang Gaza yang memperkeruh hubungan Israel dengan umat Islam di seluruh dunia.

Namun demikian, yang patut dicermati lebih jauh ialah bahwa perang kedua negara ini bukan semata dendam masa lalu atau mengenai urusan agama.

Lebih dari itu, ini adalah perkara perebutan pengaruh di kawasan. Jamak diketahui bahwa Timur Tengah merupakan kawasan strategis untuk kepentingan energi global.

Tidak hanya itu, Timteng juga diakui merupakan jalur pelayaran internasional paling sibuk di dunia, serta merupakan simpul tiga benua: Asia, Afrika, Eropa.

Posisi strategis ini tentu menjadi daya tarik utama bagi dunia internasional. Sebab, siapa yang menguasai kawasan ini, akan memiliki pengaruh srategis terhadap percaturan geopolitik global.

Atas alasan itu, tidak heran jika negara super power seperti Amerika Serikat dan Rusia kerap ikut terlibat dalam konflik regional ini.

Juga yang tidak luput dari pengamatan ialah, pertarungan dominasi kawasan ini membuat gugusan negara Arab Sunni diduga bekerja sama untuk mewaspadai ambisi Iran.

Akhirnya, apa yang bisa dimaknai di balik perseteruan Iran-Israel ini adalah sebuah tahapan lanjut dari konflik latensi yang telah berlangsung lama.

Persaingan Sunni-Syiah meski belakangan dianggap kurang relevan dalam membaca persaingan kawasan ini masih menjadi salah satu parameter yang tidak bisa diabaikan di balik perebutan dominasi kawasan.

Namun, lepas dari itu semua, ada intervensi dari kekuatan lain yang juga tidak bisa dipandang sebelah mata di balik perang Iran-Israel.

Behind the Scenes

Rasanya tidak akan lengkap membahas perang Iran-Israel akhir-akhir ini tanpa menyinggung negara adidaya di belakangnya.

Bukan rahasia lagi bahwa Israel dan AS punya hubungan strategis yang berlangsung cukup lama. Israel bahkan menjadi tumpuan utama kepentingan kebijakan AS di kawasan Timur Tengah.

Israel merupakan mitra intelijen utama AS di Timur Tengah. Informasi dari Mossad Badan Intelijen Israel kerap digunakan AS untuk mengakses situasi di negara-negara seperti Iran, Suriah, dan Lebanon.

BACA JUGA :   Peraturan Pemaksaan Tapera Kepada Pekerja Melanggar Konstitusi: Wajib Batal

Tidak berhenti di situ, Israel juga kerap menyediakan basis teknologi penting, termasuk kerja sama dalam teknologi pengawasan (surveillance), pertahanan siber, dan pelacakan teroris.

Berbagai dukungan diplomatik dan militer dari Paman Sam itu membuat kekuatan Israel begitu digdaya dalam menghadapi rivalnya di kawasan.

Di media, Washington memang bersikap layaknya seorang Bapak yang seolah tidak mau ikut campur dalam urusan anak-anaknya.

Namun, dalam banyak fakta di lapangan, keterlibatan secara tidak langsung sulit dinafikan. Terlebih ketika melihat ragam kepentingan Paman Sam di Timteng.

Pernyataan Trump saat malam pertama Israel menyerang Iran bahwa Pentagon tidak terlibat dalam aksi serangan tersebut, namun jika kepentingannya diusik (diserang) Iran, maka tidak segan membalas adalah sebuah pernyataan yang tidak bisa dimaknai secara sederhana.

Ini adalah sebuah pesan dengan penuh kalkulasi di awal. Ini bukan sebuah rencana dadakan, tapi telah disiapkan jauh-jauh hari.

Hanya menunggu momentum saja semua akan terjadi di luar prediksi. Sebab, kita tahu bahwa kepentingan AS di Timteng bukan hanya perkara ideologis atau historis.

Timteng adalah kawasan dengan sumber energi dunia yang menggiurkan negara sekelas AS. Siapa mendominasi kawasan ini maka dialah yang akan menguasai masa depan.

Namun, jangan juga menutup mata dari pengaruh Rusia-China dua kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata saat ini. Bahkan AS pun masih harus berhitung jika berurusan dengan kedua kekuatan ini.

Dari kasus pengenaan tarif AS ke seluruh negara baru-baru ini bisa dijadikan bukti betapa AS tidak berdaya di hadapan Rusia dan China.

China, lebih sadis lagi, melakukan gertakan balik ke Washington mealalui serentetan skema balasan yang membuat Trump terpaksa harus menurunkan ego dan menghitung ulang imbas dari kebijakan tarif resiprokalnya ke Negeri Tirai Bambu.

Ini sudah cukup menjelaskan betapa kekuatan China saat ini tidak bisa diremehkan, bahkan sekelas AS sekalipun.

Karena itu, pengaruh Rusia dan China dalam konflik Iran-Israel ini akan memberikan dampak tersendiri bagi kestabilan geopolitik dan masa depan perdamaian dunia.

Semoga, situasi yang terjadi di Timur Tengah segera mereda dan ada solusi yang konkrit di antara negara-negara yang terlibat perseteruan langsung.

Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO) Indonesia

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!