Beberapa hari terakhir ini berkembang narasi bahwa Partai Demokrat berada di balik mencuatnya isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tidak jelas dari mana sumber valid yang menyebutkan kalau parpol berlogo mercy itu terlibat sebagai dalang di balik menyeruaknya isu ijazah palsu Jokowi ini.
Namun, dari informasi yang beredar, wacana ini muncul setelah Sekjen Peradi Bersatu sekaligus pelapor Roy Suryo dalam kasus dugaan ijazah palsu Jokowi, Ade Darmawan mengisyaratkan “partai biru” di balik kasus ijazah palsu tersebut.
Tentu masih spekulatif partai biru yang dimaksudkan Ade Derwawan ini. Apalagi, pihaknya tidak menyebutkan secara gamblang dan jelas partai biru mana yang dituding sebagai dalang itu.
Mengingat partai biru tidak hanya Demokrat, tapi juga PAN dan NasDem juga ada warna dominan birunya.
Kendati begitu, isyarat itu kuat dugaan tertuju pada Demokrat tak lain karena sosok yang dilaporkan (Roy Suryo) adalah orang yang pernah berkader sebagai anggota Demokrat.
Hal inilah yang membuat spekulasi liar ini mengerucut pada partai yang diketuai Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ini.
Selain itu, sebagian relawan Jokowi juga menuding bahwa Partai Demokrat berada di balik penyebaran isu tersebut.
Sayangnya, tudingan ini sama sekali tidak berdasar. Secara logis, sulit diterima bahwa Partai Demokrat menjadi dalang di balik isu ini.
Setidaknya terdapat dua alasan fundamental mengapa tuduhan ini sulit dicerna akal sehat: pertama, Demokrat memiliki rekam jejak sebagai parpol dengan etika politik yang tinggi; kedua, secara strategis, wacana semacam ini justru sangat merugikan Demokrat sendiri yang saat ini mulai kembali bangkit.
Etika Demokrat
Harus diakui bahwa Partai Demokrat adalah salah satu parpol yang memegang teguh prinsip etis dalam berpolitik.
Sejak didirikan pada tahun 2001, Partai Demokrat dibangun di atas fondasi moralitas politik yang kental, dengan menjunjung tinggi integritas, demokrasi, dan penghormatan terhadap hukum.
Parpol ini biar bagaimanapun terlahir dari rahim politik yang menuntut sebuah kejujuran dan keluruhan politik di tengah kebutuhan masyarakat akan alternatif kekuatan politik yang mengedepankan tata kelola pemerintahan terbuka, bersih dan transparan.
Karakter ini tampak jelas pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang terkenal luas sebagai figur pemimpin yang menjunjung tinggi “politik santun” dan menghindari gaya politik “adu domba”.
Karenanya, menuduh Demokrat sebagai aktor utama isu ijazah palsu Jokowi, selain tidak punya jejak historis, juga secara langsung bertentangan dengan nilai dasar partai Demokrat itu sendiri.
Demokrat memiliki track record panjang dalam mengedepankan politik rasional, berbasis data dan argumentasi, bukan serangan personal yang merendahkan martabat seseorang.
Tidak hanya itu, parpol ini bahkan dalam dinamika politik yang keras sekalipun, selalu menjunjung tinggi etika politik yang sehat.
Sebagai contoh, dalam kontestasi Pilpres 2019 maupun Pilpres 2024, Demokrat tidak pernah mengangkat isu-isu yang secara langsung atau tidak menyerang ranah privasi atau mengulik urusan personal kandidat secara tidak berdasar.
Tidak berhenti di sana, Partai Demokrat memahami setiap konsekuensi hukum dan moral dari tindakan penyebaran tuduhan palsu.
Dengan demikian, mengangkat isu ijazah palsu tanpa bukti kuat adalah boomerang bagi Demokrat yang sudah pasti tidak akan dilakukan.
Sebagai partai politik yang berpengalaman dan matang, Demokrat tentu tidak akan mempertaruhkan reputasi dan masa depan politiknya dengan cara-cara menggembosi muruah dan martabat partai sendiri.
Ketidaklogisan Strategis
Selain masalah etika, tudingan bahwa Demokrat adalah dalang di balik isu ijazah palsu Jokowi juga terkesan tidak masuk akal secara strategi politik.
Mari kita urai alasannya. Partai Demokrat kini tengah fokus membangun image sebagai partai tengah yang produktif, rasional dan konstruktif.
Hal itu dimaksudkan untuk menjembatani berbagai kepentingan politik nasional yang saling kontraproduktif dan segmentatif.
Dalam konstelasi politik menjelang Pemilu, Demokrat juga terus berjuang keras guna memperkuat posisi politiknya melalui koalisi dan kerja sama politik yang sehat.
Dengan begitu, ketika mengangkat isu sensitif dan spekulatif seperti ijazah palsu, apalagi hal itu menyinggung seorang mantan presiden yang sampai sekarang diketahui masih punya pengaruh besar, tentu akan memberikan dampak buruk yang sangat merugikan partai.
Siapapun tahu bahwa isu ijazah palsu ini memiliki potensi dan risiko politik yang cukup besar andai itu dilakukan partai tertentu tanpa pertimbangan matang.
Jika Demokrat terbukti atau bahkan hanya dianggap sebagai penyebar isu, publik akan memandang Demokrat sebagai aktor politik yang tidak etis.
Hal ini akan merusak kredibilitas dan kepercayaan konstituen yang selama ini memberikan dukungan besar terhadap Demokrat.
Di samping itu, mengangkat isu yang menyerang legitimasi seorang mantan presiden berpotensi mendegradasi muruah Demokrat dalam percaturan politik nasional.
Apalagi sampai sekarang Jokowi masih memiliki pengaruh yang cukup besar, baik di level alite maupun elevel grass root.
Akhirnya, menuding Partai Demokrat sebagai pihak yang berada di balik isu ijazah palsu Jokowi adalah tudingan yang perlu dasar yang kuat.
Dalam demokrasi yang sehat, kritik dan perbedaan politik adalah hal yang wajar, tetapi semua harus dilandaskan dengan etika dan bukti.
Menuduh Demokrat sebagai pihak yang mendalangi isu ijazah Palsu Jokowi tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap reputasi partai, tapi juga mematikan langkah Demokrat untuk naik ke posisi yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, penting bagi semua pihak untuk menolak politisasi isu recehan semacam ini sebelum semua didasarkan pada bukti dan alasan yang logis.
Oleh: Yakub F. Ismail
Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Media Online (IMO) Indonesia