Dukung Cukai MBDK Untuk Indonesia

Hari Minggu ini kami Koalisi Pangan Sehat Indonesia (Koalisi PASTI) di arena Car Free Day (CFD) atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB)di Jakarta. Koalisi PASTI beranggotakan Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia dan CISDI. Aksi kali ini kami lakukan dengan pawai jalan kaki dari kawasan sekitar stasiun Sudirman ke Sarinah dan kembali lagi ke kawasan stasiun Sudirman. Lumayan juga kami yang berjumlah sekitar 25 peserta berjalan sambil membawa poster dukungan terhadap upaya pemerintah membentuk Peraturan Pemerintah (PP) Cukai terhadap produk Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

Cukai MBDK sangat diperlukan untuk mengendalikan konsumsi terhadap produk MBDK. Saat ini angka korban penderita penyakit Diabetes, Obesitas dan Cuci Darah pada anak-anak dan remaja Indonesia sudah sangat menghawatirkan. Kondisi ini mengancam harapan Indonesia Emas di tahun 2045 mendatang. Kondisi konsumsi produk MBDK tanpa pengawasan pada tahun 2045 justru menjadikan Indonesia Lemas karena rakyatnya sakit-sakitan, cuci darah, menderita obesitas dan diabetes. Jika tidak dicegah dan dikendalikan konsumsi MBDK maka akan terus bertambah dan meningkat jumlah korban MBDK. Pengendalian melalui regulasi hukum berupa PP Cukai MBDK merupakan salah satu upaya jangka pendek oleh pemerintah yang memberikan manfaat jangka panjang.

Pengendalian dapat dilakukan dengan penerapan dan penerbitan PP Cukai MBDK sesegera mungkin. pemerintah Indonesia sedang membuat Peraturan Pemerintah (PP) Cukai bagi produk Minuman Bermanis Dalam Kemasan (MBDK). Tahapan proses pembuatan PP Cukai MBDK sekarang ini pemerintah Indonesia sudah menerbitkan Kepres No.4 tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2025, lampiran No.7 tentang Cukai MBDK. Pembuatan dan penerapan PP Cukai MBDK selain untuk pengendalian konsumsi dan kesehatan juga akan memberikan masukan bagi APBN Indonesia.

Penerapan melalui regulasi hukum seperti PP Cukai MBDK jika dilaksanakan dengan benar maka akan memberikan dampak signifikan terhadap penurunan angka konsumsi produk MBDK. Penurunan angka konsumsi ini disebabkan meningkatnya pengetahuan juga kesadaran masyarakat akan bahaya mengkonsumsi produk MBDK. Peningkatan kesadaran masyarakat itu diberikan atas proses diskusi di area publik tentang bahaya penyakit Obesitas, Diabetes dan Cuci Darah mengancam jika mengkonsumsi produk MBDK. Masyarakat menjadi tambah sadar bahwa pengenaan Cukai MBDK dan menambah harga produk MBDK menjadi lebih mahal. Menaikan harga melalui Cukai harus dilakukan karena MBDK mengandung bahan berbahaya berupa pemanis di dalam produknya dan perlu dikendalikan konsumsinya.

BACA JUGA :   Mengatur Potongan Ojek Online

Kesadaran masyarakat dan diterapkannya Cukai MBDK akan memberikan juga akan mendorong pengawasan konsumsi serta pemasukan signifikan. Pengawasan masyarakat atau publik diharapkan bisa membantu pemerintah menjaga pendapatan APBN melalui pemasukan hasil Cukai MBDK. Penerapan Cukai MBDK banyak dikatakan para ahli akan memberikan pemasukan anggaran sekitar Rp 5 Trilyun – Rp 6 Trilyun setiap tahun pada APBN. Tetapi jika masyarakat sadar dan dilibatkan secara benar dan baik dalam pembuatan serta penerapan Cukai MBDK maka akan memberikan penambahan pendapatan setidaknya bisa mencapai Rp 12 Trilyun setiap tahunnya kepada APBN.

Sekarang ini sudah ada setidaknya 99 negara di dunia yang menerapkan Cukai MBDK. Penerapan Cukai tersebut memberikan hasil sangat baik terhadap penurunan konsumsi produk MBDK dan penderita penyakit Diabetes, Obesitas dan penderita cuci darah. Negara ASEAN saja ada tujuh negara yang menerapkan Cukai MBDK dan memberikan hasil yang sangat baik bagi kesehatan masyarakatnya.

Salah satu negara ASEAN yang sudah menerapkan Cukai MBDK adalah Timor Leste. Pemerintah negara Timor Leste telah menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sejak tahun 2023. Selain Timor Leste di ASEAN, ada enam negara lain yang telah mengenakan cukai MBDK sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi gula dan mengatasi masalah kesehatan mengkonsumsi MBDK. Enam negara di ASEAN lainnya yang sudah menerapkan Cukai MBDK adalah Laos, Kamboja, Malaysia, Thailand, Brunei, dan Filipina.

Coba kita pikirkan baik-baik, kok pemerintah negara Timor Leste saja berkomitmen bagi kesehatan rakyat dan sejak tahun 2023 mengatur secara hukum dan menerapkan Cukai MBDK. Pada Timor Leste itu adalah negara yang lepas dan merdeka dari Indonesia. Timor Leste secara resmi lepas dan merdeka dari Indonesia pada tanggal 20 Mei 2002. Sebelumnya Timor Leste merupakan provinsi ke-27 Indonesia dengan nama Timor Timur, setelah bergabung pada tahun 1976. Setelah dalam referendum rakyat Timor Leste pada tahun 1999, mayoritas rakyat Timor Timur memilih untuk lepas dari Indonesia dan merdeka menjadi negara berdaulat bernama Timor Leste.

BACA JUGA :   Ketika Undang-Undang Lahir, Tapi Tali Pusatnya Tercekat

Coba kita pikir baik-baik, pemerintah Timor Leste yang lepas dan merdeka dari Indonesia lebih berkomitmen pada kesehatan rakyatnya dan membuat regulasi hukum untuk Cukai MBDK. Sementara pemerintah Indonesia terus saja asyik menunda pembuatan dan penerapan regulasi hukum PP Cukai MBDK. Pengenaan cukai MBDK sudah bergulir sejak 2020, saat Komisi XI menyetujui MBDK dan plastik sebagai objek cukai baru. Pada 2023, pemerintah telah menetapkan target penerimaan cukai MBDK untuk 2024 sebesar Rp4,3 triliun, namun kebijakan tak kunjung dilaksanakan sampai hari. Penerapan Cukai terus ingin ditunda dan katanya baru akan dilaksanakan tahun 2026. Padahal Presiden Prabowo sudah memerintahkan pembuatan PP Cukai MBDK melalui Kepres No.4 tahun 2025 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2025.

Dikeluarkannya Kepres ini artinya di dalamnya mengatur pemerintah Indonesia selambatnya setelah satu tahun Kepres ini dikeluarkan maka pemerintah harus sudah selesai membuat PP Cukai MBDK. Nah sudah ada Kepresnya, mau sampai kapan lagi ditunda PP Cukai MBDK? Jika menunda dan PP Cukai MBDK tidak juga selesai dan terbit pada tahun 2025 maka pemerintah, dalam hal ini kementerian Keuangan, kementerian Perindustrian dan Kementerian Kesehatan yang bertanggung jawab membuat PP Cukai MBDK ini sudah melawan dan melakukan pembangkangan terhadap perintah Presiden Prabowo?

Jika tahun 2025 PP Cukai MBDK tidak selesai dan terbit, apa pemerintah Indonesia tidak malu pada pemerintah dan rakyat Timor Leste? Jangan sampai ada cibiran publik, kok pemerintah Timor Leste lebih memperhatikan dan berkomitmen menjaga kesehatan rakyatnya dari pada pemerintah Indonesia? Kok pemerintah Timor Leste lebih tegas dan berwibawa dari pada pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi industri. Atau, kok pemerintah Timor Leste lebih berani mengatur industri MBDK. Tetapi kenapa di Indonesia, industri MBDK berani mengatur dan mengalahkan pemerintah Indonesia? Mari pemerintah Indonesia, segera selesaikan dan terbitkan PP Cukai MBDK pada tahun 2025.

Oleh: Azas Tigor Nainggolan
Penulis Adalah Wakil Ketua FAKTA Indonesia

BERITA TERKAIT

BERITA TERKINI

error: Content is protected !!